Johanis Tanak Ingin Gelar Perkara Skandal Kardus Durian Cak Imin untuk Kepastian Hukum

JAKARTA - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johanis Tanak ingin melakukan gelar perkara atau ekspose skandal kardus durian yang melibatkan Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar. Dia menilai langkah ini perlu dilakukan untuk menciptakan kepastian hukum.

"Saya berharap ada dulu ekspose biar kita lihat, apakah nanti ada bukti yang cukup untuk ditingkatkan atau tidak. Ini kan perlu satu kepastian hukum juga," kata Johanis kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Senin, 21 November.

Johanis memang belum mengecek tentang tindak lanjut skandal tersebut. Namun, dia ingin kasus korupsi yang dilaporkan ke KPK harus terang dan jangan sampai merugikan orang lain.

"Jangan sampai orang yang dilaporkan ternyata tidak melakukan perbuatan dan tidak jelas. Jadi tidak ada kepastian hukum," tegasnya.

Kata Johanis, ekspose atau gelar perkara inilah yang nantinya akan menentukan tindak lanjut dari skandal durian ini. Jika terbukti ada keterlibatan pihak lain maka pengusutan akan terus dilakukan.

"Saya berharap ke depan ini dicoba dipaparkan lagi, atau dalam istilah kepolisian digelar atau di kejaksaan diekspose lagi," ungkapnya.

"Kita lihat, apakah perbuatannya ini terindikasi korupsi atau tidak? Kalau tidak, ya, kita katakan tidak. Kalau iya kita tingkatkan, sehingga ada kepastian hukum dan ada keadilan, sebagaimana tujuan hukumnya," sambung Johanis.

Sebagai informasi, skandal kardus durian ini terungkap dalam sidang kasus suap di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) yang kini sudah berubah nama. Saat itu, Cak Imin menjadi Menakertrans.

Pada persidangan itu, Dirjen Direktorat Jenderal Pembinaan Pembangunan Kawasan Transmigrasi (P2Ktrans) Jamaluddien Malik menyebut Muhaimin menerima Rp400 juta. Uang yang berasal dari pemotongan anggaran di direktorat itu pada 2013 lalu disimpan di dalam sebuah kardus durian.

Tak hanya itu, nama Cak Imin juga pernah disebut dalam kasus suap proyek infrastruktur Kementerian PUPR di Maluku dan Maluku Utara tahun anggaran 2016.

Dalam kasus ini, Musa Zainudin yang pernah duduk di kursi pesakitan menyebut pernah memberikan uang sebesar Rp6 miliar dari Rp7 miliar yang diterimanya sebagai fee proyek kepada Cak Imin. Hanya saja, uang tersebut diberikan tidak secara langsung melainkan melalui Jazilul Fawaid yang saat itu menjadi Sekretaris Fraksi PKB.