Rizieq Shihab Jadi Tersangka, Fadli Zon Pertanyakan Penegakan Hukum
JAKARTA - Politikus Partai Gerindra Fadli Zon mempertanyakan penetapan Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab sebagai tersangka kasus kerumunan massa di Petamburan hingga terjadinya pelanggaran protokol kesehatan.
Fadli Zon juga menyindir Kapolda Metro Jaya Irjen Fadil Imran yang disebut Fadli gagah luar biasa dengan menetapkan Rizieq sebagai tersangka bersama 5 orang lainnya. Padahal, di saat yang bersamaan ada enam laskar FPI menjadi korban penembakan hingga meninggal dunia di Jalan Tol Jakarta Cikampek pada Senin, 7 Desember lalu.
"Sudah enam anggota FPI ditembak mati dengan kejam, kini ditetapkan tersangka prokes. Apa ini penegakan hukum di negara hukum," kata Fadi melalui cuitannya di akun Twitter miliknya @fadlizon yang dikutip Jumat, 11 Desember.
"Kapolda ini luar biasa gagahnya. Kita lihat seperti apa ujungnya," imbuhnya lagi.
Diberitakan sebelumnya, Rizieq Shihab ditetapkan sebagai tersangka atas perkara dugaan pelanggaran kerumunan dan protokol kesehatan. Penetapan tersangka berdasarkan hasil gelar perkara.
"Ada 6 yang ditetapkan sebagai tersangka. Pertama penyelenggara saudara MRS (Rizieq Shihab)," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus, Kamis, 10 Desember.
Baca juga:
Tak hanya Rizieq, polisi juga menetapkan lima tersangka lainnya. Mereka antara lain, Ketua Panitia Akad Nikah Haris Ubaidilah, Sekretaris Panitia Akad Nikah Ali Alatas, Penanggungjawab bidang Keamanan Maman Suryadi, Penanggung Jawab Acara Akad Nikah Ahmad Sobri Lubis, dan Kepala Seksi Acara Akad Nikah Idrus.
Yusri mengatakan, dalam perkara ini penyidik menerapkan pasal berbeda untuk para tersangka. Khusus Rizieq, polisi menggunakan Pasal 160 dan 216 KUHP.
"Yang pertama sebagai penyelenggara saudara MRS sendiri dipersangkakan di Pasal 160 dan 216 (KUHP)," ungkap dia.
Pasal 160 KUHP berisi tentang Penghasutan untuk Melakukan Kekerasan dan Tidak Menuruti Ketentuan Undang-undang, dengan ancaman enam tahun penjara atau denda Rp4.500.
Sedangkan, Pasal 216 ayat 1 KUHP tentang Menghalang-halangi Ketentuan Undang-undang. Ancamannya, pidana penjara empat bulan dua minggu atau denda Rp9.000.
Sementara, untuk tersangka lainnya hanya dijerat dengan Pasal 93 Undang-Undang Nomor 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Dalam aturan ini mereka terancam kurungan satu tahun atau denda Rp100 juta.