Bahas Pentingnya RUU PPSK, Menkeu Sri Mulyani Singgung Perbankan yang Belum Optimal Dukung Perekonomian

JAKARTA – Pemerintah melalui Kementerian Keuangan menyebut salah satu penyebab utama gap pendanaan investasi adalah proporsi aset di sektor keuangan yang belum cukup merata.

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan, sektor perbankan sebagai salah satu sumber pembiayaan jangka pendek, masih sangat dominan dibanding dengan sektor yang lain.

Menurutnya, Porsi aset di industri keuangan nonbank, seperti asuransi dan dana pensiun yang berfungsi sebagai sumber dana jangka panjang untuk mendukung pembiayaan pembangunan, relatif masih kecil.

“Porsi aset di industri keuangan nonbank sebagai sumber dana jangka panjang yang dapat diharapkan untuk memberikan sumber pembiayaan pembangunan relatif masih kecil. Kondisi ini mengindikasikan bahwa penghimpunan dana masyarakat oleh industri keuangan, masih sangat terbatas dan potensi pendalaman pasar berarti masih sangat besar,” ujarnya dalam keterangan tertulis pada Jumat, 11 November.

Menkeu menjelaskan, di sisi yang lain di tengah dominasi perbankan, fungsi yang dijalankan perbankan untuk mendukung perekonomian juga belum optimal. Biaya operasional perbankan Indonesia masih relatif tinggi dibandingkan dengan negara ASEAN.

Hal ini terlihat dari tingginya keuntungan selisih bunga pinjaman dan tabungan (net interest margin) yang berimbas pada tingginya tingkat suku bunga pinjaman.

“Dari sisi jumlah simpanan di bank, terdapat ketimpangan karena jumlah nasabah besar masih sedikit, namun jumlah tabungannya mendominasi dana pihak ketiga di perbankan. Sebaliknya, nasabah kecil sangat dominan dari segi jumlah rekening, namun sangat kecil dari sisi total tabungannya,” tutur dia.

Menkeu menambahkan, di pasar keuangan kapitalisasi pasar saham Indonesia juga relatif masih tertinggal dibanding negara lain di kawasan ASEAN.

Hal yang sama terjadi di pasar obligasi, di mana persentase kapitalisasi obligasi Indonesia terhadap PDB masih tertinggal cukup jauh dari negara emerging lain.

Selain itu, mekanisme perlindungan terhadap risiko melalui ketersediaan instrumen keuangan yang bervariasi untuk manajemen risiko terhadap aktivitas dan transaksi keuangan yang bersifat rumit (sophisticated) dan berisiko tinggi (high risk) relatif masih terbatas.

“Terbatasnya instrumen keuangan sangat terkait dengan keterbatasan dalam hal ketersediaan instrumen keuangan untuk investasi dan pengelolaan risiko. Instrumen keuangan yang tersedia di dalam negeri baru meliputi tabungan, giro, deposito, reksadana, saham, obligasi dan produk derivatif yang masih terbatas,” katanya.

Di saat yang bersamaan, munculnya suatu instrumen keuangan yang sophisticated seperti aset kripto, mendapatkan minat yang cukup tinggi dari masyarakat dan dimanfaatkan sebagai alternatif dalam berinvestasi.

“Oleh karena itu, perlu dibangun mekanisme pengawasan dan perlindungan investor yang cukup kuat dan handal untuk investasi yang bersifat high risk seperti ini. Maka Rancangan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU PPSK) sangat penting untuk mendukung pembangunan ekonomi,” tutup Menkeu Sri Mulyani dia.