Bagikan:

JAKARTA - Presiden Rusia Vladimir Putin dipastikan tidak akan hadir dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 yang bakal di Nusa Dua, Bali berlangsung tengah bulan ini. Hal tersebut ditegaskan oleh Juru Bicara Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Jodi Mahardi.

Sebagai gantinya, pemimpin Rusia mengutus Menteri Luar Negeri Sergei Lavrov untuk menggantikan dirinya di pertemuan puncak G20.

Seperti yang diketahui, baik RI maupun Rusia tergabung dalam Group of 20 karena masuk dalam daftar teratas negara dengan tingkat perekonomian paling tinggi di dunia.

Bedanya, Rusia memiliki nilai produk domestik bruto (PDB) yang lebih jumbo dengan 1,77 triliun dolar AS pada 2021. Sementera Indonesia ditaksir mempunyai produk domestik bruto sebesar 1,18 triliun dolar AS.

Lantas, bagaimana kerja sama ekonomi antara kedua “saudara lama” ini?

Mengutip data yang dilansir oleh Badan Pusat Statistik (BPS), RI disebutkan memiliki prestasi yang cukup mentereng. Pasalnya, neraca perdagangan Indonesia tercatat dalam tren surplus.

Secara terperinci, Indonesia mendapatkan keuntungan sebesar 239,8 juta dolar pada 2021 berkat nilai ekspor yang lebih tinggi dengan 1,4 miliar dolar AS berbanding impor 1,2 miliar dolar AS.

Hasil serupa juga didapat pada 2020 dengan bukuan surplus 15,7 juta dolar AS yang terjadi karena ekspor sebesar 973,5 juta dolar AS dari pada impor 957,9 juta dolar AS.

Situasi berbeda muncul pada 2019 tatkala Indonesia mengalami defisit neraca perdagangan sebesar minus 340 juta dolar. Kondisi itu disebabkan oleh impor yang RI yang lebih besar sekitar 1,2 miliar dolar AS dari ekspor 864,1 juta dolar AS.

Adapun, beberapa komoditas unggulan nasional yang menjadi primadona di Negeri Beruang Merah antara lain lemak dan minyak nabati, produk karet, mesin dan peralatan listrik.

Sementara itu, impor dari Rusia meliputi barang-barang seperti besi baja, pupuk, bahan mineral, serta besi kasar/cor.