DJP Kemenkeu Limpahkan Tersangka Pidana Perpajakan dan Pencucian Uang ke Kejagung
JAKARTA - Tim penyidik Direktorat Penegakan Hukum Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melimpahkan barang bukti kasus penggelapan pajak dan pencucian uang kepada Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Agung (Kejagung).
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Neilmaldrin Noor mengatakan, tersangka merupakan seorang pria berinisial RK yang merupakan seorang direktur perusahaan penyedia jasa keamanan bagi sejumlah.
"Tersangka RK diduga kuat melakukan dua tindak pidana sekaligus yaitu tindak pidana perpajakan dan tindak pidana pencucian uang dengan tindak pidana asal di bidang perpajakan," kata Neilmaldrin dalam keterangan resminya, Kamis 28 Oktober.
Melalui perusahaan yang dipimpinnya PT LMJ, tersangka RK diduga kuat dengan sengaja tidak menyetorkan pajak yang telah dipungut dengan cara tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT).
Ia juga dengan sengaja tidak menyetorkan sebagian pajak yang telah dipungut dengan cara hanya melaporkan sebagian penyerahan jasa kena pajak dalam SPT perusahaan miliknya, serta hanya membayar pajak ke kas negara atas sebagian dari pajak yang telah dipungut oleh perusahaannya. Atas perbuatannya, negara dirugikan hingga Rp26,9 miliar.
Baca juga:
- Sibuk dengan FIFA, Ketum PSSI Iwan Bule Tak Penuhi Panggilan Pemeriksaan di Polda Jatim
- Beberkan Obsesi Prabowo, Sekjen Gerindra: Sudah Saatnya Beliau Jadi Presiden
- Menanti Hasil Putusan Banding PTUN Soal UMP DKI 2022 untuk Tentukan Kenaikan Upah 2023
- PKS Nyatakan Legowo Jika AHY Jadi Cawapresnya Anies
Tidak hanya itu, Neilmaldrin mengungkapkan tersangka RK juga diduga kuat telah melakukan tindak pidana pencucian uang.
Untuk menyembunyikan atau menyamarkan harta kekayaan yang diperolehnya dari hasil penggelapan pajak perusahaan, RK membelanjakan uang tersebut melalui pembayaran uang muka ke dealer dan pelunasan cicilan ke perusahaan pembiayaan atas pembelian armada bus pariwisata atas nama PT RMJ, yang juga merupakan perusahaan miliknya.
Selain itu, RK juga menggunakan uang hasil mengemplang pajak untuk pembayaran atas pembelian dua unit apartemen di Depok, Jawa Barat, serta untuk pembayaran bahan material dan biaya tukang atas pembangunan yang dilakukan di atas beberapa bidang tanah miliknya, yang tersebar di wilayah Bogor dan Cianjur, Jawa Barat.
Neilmaldrin menyampaikan, penyidik DJP telah menyita dan memblokir aset-aset milik tersangka RK yang nantinya akan dijadikan sebagai jaminan untuk pemulihan kerugian pada pendapatan negara, antara lain mulai dari uang tunai Rp613,7 juta, delapan bus pariwisata, dua unit apartemen, hingga tanah dan bangunan.
Sebagai konsekuensi atas tindak pidana perpajakan yang dilakukannya, RK diancam hukuman pidana penjara paling singkat enam bulan hingga paling lama enam tahun, serta dikenakan pidana denda minimal dua hingga empat kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.
Ia juga dijerat Pasal 3 dan/atau Pasal 4 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Atas tindak pidana pencucian uang ini, RK dapat dijatuhi hukuman penjara selama maksimal 20 tahun dan denda senilai maksimal Rp10 miliar.
Usai diserahkan ke Jaksa, tersangka RK ditahan di Rumah Tahanan Cipinang, Jakarta hingga proses persidangan.
DJP juga akan terus mengungkap kasus-kasus tindak pidana pencucian uang sebagai wujud komitmen Indonesia menjadi anggota Financial Action Task Force (FATF)," ujar Neilmaldrin.