Berkasnya Belum Selesai, Masa Penahanan Rektor Unila Karomani Diperpanjang KPK
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperpanjang masa penahanan Rektor Universitas Lampung (Unila) Lampung nonaktif, Karomani. Perpanjangan dilaksanakan hingga 18 Oktober mendatang.
"KPK telah memperpanjang masa penahanan para tersangka masing-masing selama 40 hari," kata Kabag Pemberitaan KPK, Ali Fikri dalam keterangan tertulis kepada wartawan, Senin, 12 September.
Selain Karomani, KPK juga memperpanjang masa penahanan Wakil Rektor I Bidang Akademik Universitas Lampung, Heryandi; Ketua Senat Universitas Lampung, Muhammad Basri; dan pihak swasta, Andi Desfiandi.
Ali mengatakan perpanjangan ini dilakukan karena pemberkasan belum selesai dilaksanakan. Penyidik masih butuh waktu untuk memeriksa sejumlah pihak.
"Untuk proses melengkapi alat bukti dan pemberkasan dalam perkara dugaan korupsi di Unila tersebut, tim penyidik KPK saat ini masih membutuhkan waktu," ungkapnya.
Setelah diperpanjang penahannya, Karomani akan mendekam di Rumah Tahanan (Rutan) KPK Cabang Gedung Merah Putih. Sementara tersangka lain ditahan di Rutan KPK Cabang Pomdam Jaya Guntur.
Baca juga:
- Kasus Suap Rektor Unila, KPK Harap Jadi Trigger Perbaikan Sistem Pendidikan
- KPK Cari Keterlibatan Pihak Lain di Kasus Suap Penerimaan Mahasiswa Baru Unila
- KPK Minta Rektor Unila Nonaktif Ungkap Keterlibatan Pihak Lain
- KPK Usut Peran Kemendikbudristek dan Rektor Terkait Dugaan Suap Penerimaan Mahasiswa Baru di Unila
Diberitakan sebelumnya, KPK menetapkan empat tersangka dugaan suap penerimaan mahasiswa baru pada Universitas Lampung tahun 2022. Penetapan tersangka ini berawal dari operasi tangkap tangan yang dilakukan di Lampung, Bandung, dan Bali.
Para tersangka yang terjerat kasus ini adalah Rektor Universitas Lampung 2020-2024 Karomani; Wakil Rektor I Bidang Akademik Universitas Lampung Heryandi; Ketua Senat Universitas Lampung Muhammad Basri; dan swasta Andi Desfiandi.
Dalam kasus ini, Karomani diduga mematok harga bagi calon mahasiswa baru di kampusnya dengan kisaran Rp100 juta hingga Rp350 juta saat melaksanakan Seleksi Mandiri Masuk Universitas Lampung (Simanila). Permintaan ini disampaikan setelah Heryandi dan Muhammad Basri menyeleksi secara personal kesanggupan orang tua mahasiswa untuk membayar.
Dari perbuatannya itu, Karomani diduga berhasil mengumpulkan uang sebesar Rp603 juta dari dosen bernama Mualimin. Selanjutnya, dia menggunakan uang yang diterimanya untuk keperluan pribadi sebesar Rp575 juta.
Sementara dari Muhammad Basri dan Budi Sutomo yang merupakan Kepala Biro Perencanaan dan Hubungan Masyarakat Universitas Lampung, diduga total uang yang diterima Karomani mencapai Rp4,4 miliar. Uang ini kemudian dialihkan menjadi tabungan deposito, emas batangan, dan masih ada yang dalam bentuk tunai.