Pengadilan Tertinggi  di Australia Menangkan Google atas Kasus Pencemaran Nama Baik

JAKARTA- Pengadilan tertinggi Australia pada Rabu, 17 Agustus, telah membatalkan keputusan yang menyatakan Google terlibat dalam pencemaran nama baik dengan menyediakan tautan ke artikel surat kabar. Kasus ini, menyoroti lagi bagaimana kasus pencemaran nama baik online ditangani di negara tersebut.

Panel tujuh hakim Pengadilan Tinggi Australia memberikan suara 5-2 untuk membuang temuan sebelumnya bahwa unit Alphabet Inc  itu  berperan dalam menerbitkan artikel yang disengketakan dengan bertindak sebagai "perpustakaan" yang menampungnya. Pengadilan tertinggi ini mengatakan bahwa situs web itu tidak memiliki peran aktif.

Keputusan tersebut membawa kebingungan baru ke pertanyaan yang telah mendidih di Australia selama bertahun-tahun tentang di mana letak tanggung jawab pada pencemaran nama baik secara online.

Tinjauan selama bertahun-tahun terhadap undang-undang pencemaran nama baik di negara itu belum memberikan rekomendasi akhir tentang apakah platform besar seperti Google dan Facebook dari Meta Platform harus bertanggung jawab atas konten tersebut di platform mereka.

Kasus ini bermula dari sebuah artikel tahun 2004 yang menyatakan bahwa seorang pengacara pembela kasus pidana telah melewati batas profesional dan menjadi "orang kepercayaan" para penjahat. Pengacara, George Defteros, menemukan tautan ke cerita itu dalam pencarian Google tahun 2016 atas namanya dan meminta Google menghapusnya setelah dilihat oleh 150 orang.

Defteros menggugat di pengadilan negara bagian yang menemukan bahwa Google adalah penerbit dan memerintahkannya untuk membayarnya 40.000 dolar Australia (Rp 420 juta). Google mengajukan banding atas keputusan tersebut, yang berpuncak pada keputusan pada Rabu, 17 Agustus yang akhirnya berpihak pada perusahaan raksasa mesin pencarian itu.

"Artikel Underworld tidak ditulis oleh karyawan atau agen mana pun dari pemohon banding," tulis dua hakim panel dalam putusan Rabu lalu. Dalam kasus ini mengajukan banding adalah pihak Google.

"Itu ditulis oleh seorang reporter yang tidak memiliki hubungan dengan pemohon, dan diterbitkan oleh sebuah surat kabar independen di mana pemohon tidak memiliki kendali atau pengaruh," bunyi keputusan itu seperti dikutip Reuters.

“Google sendiri "tidak memiliki atau mengontrol internet", tulis mereka.

Sementara juru bicara Google tidak mau berkomentar atas putusan yang berpihak kepada mereka.

Defteros mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa prosesnya telah "panjang, berlarut-larut, mahal dan sangat menegangkan" tetapi dia merasa dibenarkan karena pengadilan menyetujui artikel itu memfitnah meskipun Google tidak bertanggung jawab.

Putusan itu muncul setelah Pengadilan Tinggi tahun lalu menemukan penerbit surat kabar bertanggung jawab atas komentar pencemaran nama baik yang ditinggalkan di bawah artikel yang telah diposting di Facebook.

“Perbedaan antara kasus Facebook 2021 dan kasus Rabu itu adalah bahwa perusahaan media, tahun lalu "mengundang dan mendorong komentar", sementara Google "tidak menyediakan forum atau tempat di mana itu dapat dikomunikasikan, juga tidak mendorong penulisan komentar sebagai tanggapan," tulis para juri.