Sinergi BUMN jadi Kuku Tajam yang Matikan Pengusaha, Menteri BUMN: Bukan Anti Swasta yang Besar, Kami Instrospeksi
JAKARTA - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengatakan ekonomi kerakyatan menjadi fondasi pilihan dalam pemulihan perekonomian Indonesia. Namun, Erick menekankan hal ini bukan berarti pemerintah tak mendorong pengusaha swasta yang besar.
Lebih lanjut, Erick mengatakan, hal ini terbukti ketika sinergitas perusahaan pelat merah dianggap sebagai menara gading dan mematikan pengusaha yang lain, dirinya pun melakukan introspeksi dan membongkar itu.
“Fondasi ekonomi Indonesia yang berdasarkan ekonomi kerakyatan harus menjadi fondasi pilihan. Kita tidak anti yang besar, sama, ketika saya introspeksi mengenai BUMN, yang dianggap menara gading, benar, sinergitas BUMN justru menjadi kuku yang tajam mematikan para pengusaha. Di situlah saya bongkar,” katanya di acara Indonesia Ritel Summit 2022, di Sarinah, Jakarta, Senin, 15 Agustus.
Erick mengaku ingin BUMN membangun ekosistem yang win-win atau saling menang dengan para pengusaha swasta, terutama pengusaha kecil, menengah dan juga para negara sahabat. Seperti, Jepang, Korea, atau China.
“Karena memang founding father kita dan kebijakan ekonomi kita memang ekonomi terbuka. Tetapi ekonomi terbuka yang tentu harus sesuai dengan ekosistem yang sudah disepakati oleh founding father kita, dimana ekonomi kerakyatan menjadi basis,” ujarnya.
Baca juga:
Karena itu, Erick memgatakan sejak awal dirinya mengetuk hati pimpinan BUMN, juga para pengusaha untuk sama-sama membantu para pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).
“Kita juga BUMN memberi percontohannya dulu, di mana BUMN terus mendukung yang namanya UMKM tidak hanya di pendanaan tetapi pendampingan, tentu perlunya akses pasar, akses pasar tentu yang lebih penting para sahabat pengusaha baik di ritel ataupun di Kadin, kita mencoba berkolaborasi,” jelas Erick.
Kata Erick, kolaborasi tersebut terbukti berhasil. Erick menjelaskan ketika pandemi COVID-19 melanda Indonesia, terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran di perkotaan. Namun, hal yang berbeda justru terjadi di pedesaan.
“Bukti-buktinya sudah ada, ketika kita sama-sama mau mendorong saat COVID, ketika di perkotaan melepas tenaga kerja tetapi ibu-ibu di desa membuka 7,1 lapangan pekerjaan, kebayang tidak kalau di kota yang melepas pekerjaan di desanya tidak ada pekerjaan mau ke mana ekonomi Indonesia?,” ujarnya.