Lebih dari Cinta, Rasa Hormat Penting Dimiliki Pasangan sebelum Menikah

YOGYAKARTA – Cinta sering dijadikan landasan dua orang yang berpasangan untuk memutuskan menikah. Cinta juga dipercaya sebagai faktor penting ketika memilih menikah dengan pasangan. Menurut penelitian Lavner dan rekan pada 2012, pasangan yang memilih menikah ketika mereka memiliki keraguan tentang hubungannya, berpotensi mengalami lebih banyak ketidakpuasan dan kesusahan, bahkan terbuka kemungkinan untuk berpisah.

Agak menakutkan mungkin, tetapi ada komponen cinta yang perlu dilengkapi dulu. Seperti penelitian Sternberg yang telah berulang-ulang dijadikan acuan, tiga komponen tersebut ialah keintiman, gairah, dan komitmen. Ketiganya, ketika menyatu akan membentuk jenis cinta yang tak hanya picisan dalam kata-kata atau perasaan berbunga-bunga. Kalau berdiri sendiri-sendiri, keintiman digambarkan sebagai rasa menyukai saja sedangkan gairah disebut sebagai tergila-gila.

Ketika keintiman dan gairah bergabung membentuk cinta romantis, sedangkan keintiman dan komitmen membentuk cinta sebagai pendamping hidup. Menurut Sternberg, ketiga komponen tersebut membentuk cinta yang sempurna. Tetapi setiap pasangan mungkin memiliki kombinasi komponennya sendiri yang berbeda.

Ilustrasi rasa homat penting dimiliki pasangan sebelum menikah (Pexels/Ufuk Hambarduzu)

Penelitian Frei dan Shaver tahun 200 dilansir Psychology Today, Jumat, 12 Agustus, menambahkan komponen penting yang harus dimiliki pasangan sebelum menikah. Komponen tersebut adalah rasa hormat. Karena dengan rasa hormat, setiap orang yang berpasangan akan berperilaku sesuai moral, memberikan perhatian satu sama lain, bersikap jujur, dan dapat dipercaya.

Selanjutnya ketika peneliti menelusuri mana yang paling kuat sebagai landasan pasangan untuk menikah, apakah rasa hormat, saling menyukai, saling mencintai, atau kepuasan hubungan? Peneliti menemukan bahwa rasa hormat terhadap pasangan adalah komponen paling kuat daripada perasaan cinta.

Saling menghormati, tampaknya penting untuk menjalin kemitraan jangka panjang. Bahkan pernikahan yang sukses membutuhkan ini. Rasa hormat yang dimiliki setiap pasangan, dibangun dari pikiran, perasaan, dan perilaku. Ketika mendapati peristiwa yang tidak memuaskan, tanpa sadar pikiran negatif mungkin menguasai. Tetapi, perilaku mungkin tetap positif karena hubungan dilandasi rasa hormat.

Menurut Madeleine A. Fugère, Ph.D., profesor psikologi sosial di Eastern Connecticut State University, cinta mungkin mengikuti tatapi bukan mendahului. Tambahnya lagi, cinta bukan alasan yang cukup untuk menikah. Ketiadaan cinta juga bukan alasan untuk menolak pernikahan.

Penelitian selanjutnya, menunjukkan bahwa setelah menikah, tidak ada perbedaan perasaan cinta, komitmen, atau kepuasan di antara mereka yang memilih menikah atau perjodohan. Tambah Fugère, cinta mungkin tidak diperlukan atau tidak cukup sebagai landasan pernikahan. Dua orang yang saling berkomitmen, bisa membangun perasaan tersebut dilandasi perilaku dengan penuh hormat.