Bagikan:

YOGYAKARTA – Pernahkan mendapatkan pujian “Anda orang yang baik” suatu kali? Pujian ini ternyata cukup kerap didapatkan tetapi menjalaninya tidak semudah yang dibayangkan. Pada anak-anak, pujian tersebut kerap diberikan orang tuanya sebagai bentuk rasa bangga dan persetujuan.

Pujian baik, ternyata tertanam dalam pikiran anak. Melansir Psych Central, Jumat, 29 Juli, pujian kerap dikaitkan dengan mendapatkan banyak pahala, mendapatkan balasan yang sama baiknya, atau membuatnya beruntung suatu saat. Tetapi, pujian juga bisa mengekang emosi negatif dan perilaku yang tidak dapat diterima karena akan mengarah pada hukuman. Pujian juga kerap diberikan untuk mencegah perilaku buruk. Meskpun sampai pada taraf tertentu, perilaku memberi pujian dapat menghambat perkembangan psikologis individu menjadi orang dewasa yang matang.

Setiap manusia, memiliki rangkaian emosi dan impuls yang lengkap, baik positif maupun negatif. Bahkan masing-masing orang memiliki kapasitas untuk cinta dan benci, kedamaian dan kemarahan, kegembiraan dan depresi. Tentu saja setiap orang memilih cinta, kedamaian, dan kegembiraan. Lalu di mana emosi benci, marah, hingga depresi?

Energi dari emosi negatif tidak mampu untuk ditekan. Ketika orang tua menginstruksikan anak-anaknya untuk menjadi baik, mereka dipaksa untuk menekan emosi negatif dan impuls yang tidak diterima oleh lingkungan mereka. Dalam psikologi analitik, menindas impuls dan emosi negatif disebut dengan bayangan, yang bisa dialami oleh anak-anak hingga terbawa sampai mereka dewasa.

kenapa susah menjadi orang baik
Ilustrasi kenapa susah menjadi orang baik (iStockphoto)

Para psikolog juga memahami tentang peran pikiran bawah sadar. Artinya, kita tidak menyadari apa yang memotivasi sebagian besar tindakan, pikiran, dan keputusan.

Lebih jauh lagi, pikiran manusia punya kapasitas tak terbatas untuk menipu diri sendiri. Di luar kesadaranya, ada orang percaya pada kebaikan secara murni. Tetapi ada juga yang melakukan kejahatan paling tidak bermoral. Itu berarti bahwa motivasi untuk berperilaku baik atau buruk tak selalu dipahami bahkan disadari.

Ada sebuah pepatah yang menggambarkan situasi kenapa berhenti menjadi orang baik tidak selalu disadari, bahkan kadang dilakukan sebagai upaya menipu diri sendiri. Pepatah tersebut berkata ‘jalan menuju neraka diaspal dengan niat baik’.

Dalam mengdentifikasi diri sebagai ‘orang baik’, secara sadar akan mencoba berbuat baik hanya untuk diri sendiri dan orang lain. Tapi di sisi diri yang lain, perilaku baik tidak dikenali dan hanya sebagai cara untuk mengekspresikan ketidakinginan untuk menjadi buruk.

Pernyataan Carl Jung, ‘Saya lebih suka menjadi utuh daripada menjadi baik’. Dalam mengintegrasikan persepktif Jung tersebut, ada kecenderungan diri yang ‘kurang baik’. Artinya, setiap orang punya pilihan untuk bagaimana menanggapi lingkungan mereka.

Para ahli juga menunjukkan bahwa menjadi orang baik seringkali berkaitan dengan depresi dan kecemasan. Maka kereka menyarankan untuk membebaskan sejumlah besar energi negatif dengan mengarahkan pada minat dan keterampilan. Nah, emosi diri yang tertekan, seperti emosi negatif, bisa dirilis dengan cara-cara lain. Misalnya dengan pengobatan tradisional Tiongkok menggunakan Qigong.

Pada prinsipnya, alasan kenapa sulit menjadi orang baik, karena dalam emosi manusia tercipta kutub emosi positif dan negatif. Tak saling berlawanan dan tak bisa dimusnahkan, tetapi perlu diamati, dikenali, dipahami, kemudian dikontrol agar tak merugikan orang lain di sekitar.