Sempat Hilang, Pemerintah Somalia akan Pulangkan 5.000 Tentara dari Eritrea
JAKARTA - Somalia segera memulangkan 5.000 pria yang dikirim untuk dilatih di Eritrea sebagai tentara, kata juru bicara pemerintah pada Selasa, setelah berbulan-bulan protes oleh orang tua pria yang mengklaim anak mereka telah direkrut dengan alasan palsu dan ditawan.
Laporan awal ribuan orang hilang memicu protes di ibu kota Mogadishu dan beberapa kota pada Januari 2021. Beberapa bulan kemudian, seorang agen intelijen Somalia yang menyelidiki kasus tersebut tewas.
Pekan lalu, Presiden Hassan Sheikh Mohamud yang baru terpilih bertemu dengan para tentara di Eritrea, kata kantornya, tanpa mengatakan berapa banyak yang telah diambil. Pendahulunya telah menolak untuk menjawab pertanyaan tentang masalah ini.
"Mereka adalah 5.000 tentara yang hilang dan sekarang ditemukan. Pemerintah sebelumnya tidak berkomunikasi dengan orang-orang tentang tentara itu sehingga orang-orang hanya menyebarkan desas-desus. Proses untuk membawa mereka pulang sedang berlangsung," Abdikarim Ali Kar, juru bicara Mohamud, kepada wartawan, melansir Reuters 19 Juli.
Dia membantah laporan bahwa orang-orang itu ditahan di luar kehendak mereka di Eritrea, meskipun keluarga mengatakan bahwa mereka tidak dapat menghubungi orang-orang yang direkrut sejak mereka diambil.
Baca juga:
- Keluarkan Peringatan Tegas, Presiden Erdogan: Turki akan Batalkan Persetujuan Bergabung dengan NATO, Jika Swedia dan Finlandia Tidak Tepati Janji
- Kunjungi Batalyon Rusia di Garis Depan Wilayah Timur, Menhan Shoigu Perintahkan Komandan Militernya Serang Rudal Jarak Jauh dan Artileri Ukraina
- Kutuk Perlakukan Ilegal Rusia, Ukraina Minta Tahanan Perang Diperlakukan Secara Manusiawi Sesuai Konvensi Jenewa
- Gunakan Dana Investor China dan Singapura Secara Ilegal untuk Kampanye Donald Trump, Dua Warga Keturunan Hadapi Dakwaan
Untuk diketahui, hubungan antara pemimpin Somalia, Ethiopia, dan Eritrea menghangat setelah kepemimpinan Ethiopia berubah pada 2018. Eritrea sering digambarkan sebagai "Korea Utara Afrika" karena penindasannya, penggunaan kerja paksa dan pengawasan terhadap warganya.