Kelas Menengah Harus Rajin 'Jalan-Jalan' untuk Bantu Pemulihan Ekonomi

JAKARTA - Lembaga kajian ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menilai bahwa konsumsi kelas menengah perlu ditingkatkan dalam rangka memperbaiki pertumbuhan ekonomi nasional.

"Kelas menengah perlu didorong konsumsi yang sifatnya non-makanan dan minuman seperti transportasi dan pariwisata," ujar Direktur Eksekutif Indef, Tauhid Ahmad dikutip dari Antara, Senin 9 November.

Saat ini, menurut dia, masyarakat kelas menengah masih cenderung menahan konsumsinya seraya menanti penanganan kasus COVID-19 di dalam negeri. "Mereka belum percaya mengenai masalah kesehatan," ucapnya.

Maka itu, lanjut dia, perlu pemerintah harus dapat meningkatkan upaya-upaya kampanye protokol kesehatan pada pusat perbelanjaan, hotel, pariwisata, restoran yang clean and clear.

"Pemerintah perlu memperbaiki pola penanganan pandemi dengan fokus pada penyadaran masyarakat menghadapi gelombang kedua pandemi," katanya.

Dalam rangka memperbaiki ekonomi nasional pada kuartal IV, Tauhid Ahmad juga mengatakan pemerintah perlu melakukan percepatan belanja pemerintah baik belanja modal maupun Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).

Selain itu, lanjut dia, mengubah skema bantuan sosial (bansos) dengan fokus 20 persen ke masyarakat kelompok terbawah, dengan penambahan besaran bantuan hingga Rp1,5 juta per rumah tangga dan skema bantuan tunai.

Ia menambahkan pemerintah juga perlu melakukan terobosan penciptaan lapangan kerja dengan fokus pembangunan infrastruktur padat tenaga kerja, industri padat tenaga kerja, hingga stimulus UMKM non-restrukturisasi.

Dalam kesempatan itu Tauhid Ahmad meminta pemerintah untuk belajar dari negara lain dalam melakukan perbaikan ekonomi.

"Perbaikan ekonomi kita jauh lebih lambat dibandingkan negara mitra dagang kita. Bandingkan dengan China, AS, Singapura, Korea Selatan, dan Vietnam," katanya.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami perbaikan dari minus 5,32 persen pada kuartal II 2020 menjadi minus 3,49 persen pada kuartal III 2020.