Epidemiolog Minta Jemaah Haji Komorbid Diobservasi Lebih Lama Saat Tiba di Indonesia
JAKARTA - Seluruh jemaah haji asal Indonesia yang memiliki penyakit penyerta diharapkan mendapat waktu observasi atau pantauan lebih lama daripada jemaah tanpa komorbid saat tiba di Tanah Air.
Hal itu disampaikan Epidemiolog dari Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman, Jumat 15 Juli.
Epidemiolog dari Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman, mengatakan perlu ada penambahan periode observasi bagi jemaah haji yang pulang ke Tanah Air dan berada dalam kelompok rawan seperti individu yang memiliki penyakit penyerta.
"Selain dari yang bergejala jika dalam satu rombongan itu ada yang positif atau dalam satu pesawat, itu artinya observasinya harus ditambah terutama pada kelompok yang rawan, punya komorbid misalnya," kata dia.
Bagi mereka yang tidak memiliki gejala dan tidak masuk dalam kelompok rawan maka dapat melakukan karantina mandiri di rumah masing-masing. Dengan catatan harus terdapat mekanisme pemantauan dari fasilitas layanan kesehatan seperti puskesmas.
Kalau langkah itu tidak dilakukan maka dapat menimbulkan risiko terhadap lingkungan sekitar jemaah yang baru pulang dari Tanah Suci tersebut.
Tidak hanya COVID-19, observasi perlu dilakukan mengantisipasi potensi penularan penyakit lain seperti meningitis.
"Penting untuk melakukan pengamanan bukan hanya untuk COVID-19, ada meningitis, MERS atau bahkan potensi penyakit saluran napas lain yang dibawa itu tetap ada," katanya.
Baca juga:
- Seluruh Jemaah Haji akan Dipantau Kemenkes Selama 21 Hari Usai Tiba di Tanah Air
- Dukung Bersih-bersih Mafia Tanah, Wamen Raja Juli: Bila Pejabat ATR-BPN 'Masuk Angin', Menteri Hadi Bilang Tindak Tegas!
- Asyik Gowes Bareng Sekjen PAN, Hasto PDIP Tawarkan Ini
- Kasus Mafia Tanah, Polisi Ringkus Lagi 3 Oknum BPN
Sebelumnya, Kementerian Kesehatan memastikan menerapkan prosedur observasi kesehatan bagi jemaah haji yang tiba di Tanah Air untuk mencegah penularan COVID-19.
Kepala Pusat Kesehatan Haji Kemenkes Budi Sylvana dalam keterangan pada Rabu (13/7) mengatakan jemaah haji yang tiba di Indonesia akan menjalani skrining kesehatan saat kedatangan.
Jemaah yang bergejala atau memperlihatkan potensi penyakit menular akan dilakukan pemeriksaan lebih lanjut dan tes antigen. Jika reaktif maka akan dilanjutkan dengan pemeriksaan RT-PCR.
Jika positif maka akan dirujuk ke fasilitas isolasi terpusat untuk kasus tanpa gejala atau bergejala ringan sementara jemaah dengan gejala sedang atau berat dirujuk ke rumah sakit rujukan untuk COVID-19.
Bagi jemaah yang sehat saat kedatangan dan observasi di asrama haji debarkasi maka dapat kembali ke rumah dan menjalani karantina mandiri dengan pemantauan kesehatan selama 21 hari ke depan.
Jemaah juga akan dibagikan Kartu Kewaspadaan Kesehatan Jemaah Haji (K3JH) dan dilakukan pengawasan oleh Dinas Kesehatan setempat.