JAKARTA - Penting untuk melakukan observasi kesehatan pada jemaah haji yang tiba di Tanah Air. Observasi bukan hanya untuk mengantisipasi risiko COVID-19, tapi juga penyakit lain.
Epidemiolog dari Universitas Griffith Australia Dicky Budiman bilang, penting untuk melakukan antisipasi bukan hanya untuk COVID-19, tapi juga penyakit lain seperti meningitis, MERS dan penyakit pernapasan lainnya.
"Ini sebetulnya pola deteksi pascaibadah haji yang sebenarnya sudah lama dan sekarang semakin diperkuat," ucap Dicky dilansir dari Antara, Jumat 15 Juli.
Bagi mereka yang tidak memiliki gejala dan tidak memiliki anggota grup yang terbukti positif COVID-19, dia mengusulkan maka dapat dilakukan observasi sekitar enam jam sebelumnya akhirnya dapat pulang.
BACA JUGA:
"Setidaknya kita bisa melihat karena BA.4 dan BA.5, misalnya sebagai contoh, memang memiliki masa inkubasi yang relatif singkat. Dalam satu hari bisa terjadi, ini artinya masa enam jam relatif memadai," katanya.
Namun, skenario yang berbeda perlu diterapkan jika jamaah haji yang pulang memperlihatkan gejala dan terdapat pasien positif COVID-19 dalam satu rombongan atau pesawat.
Untuk skenario tersebut, maka dibutuhkan masa observasi yang lebih lama, terutama pada kelompok rawan, seperti individu yang memiliki komorbid atau penyakit bawaan.
Sebelumnya, Kepala Pusat Kesehatan Haji Kemenkes Budi Sylvana dalam konferensi pers pada Kamis (15/7) meminta peran aktif jamaah haji untuk memantau kondisi kesehatan secara mandiri selama tiga pekan setelah tiba di Indonesia.
Jamaah akan menerima Kartu Kewaspadaan Kesehatan Jamaah Haji (K3JH) dan jika mengalami keluhan kesehatan dapat segera melakukan pemeriksaan ke fasilitas kesehatan sambil membawa kartu tersebut.