Entrepreneur Swedia Carl Pei, Luncurkan Nothing, Ponsel Premium dengan Harga Merakyat

JAKARTA - Pengusaha teknologi asal Swedia, Carl Pei, meluncurkan smartphone pertama dari perusahaan barunya, Nothing, pada Selasa, 12 Juli. Ia berharap untuk memecahkan pasar yang sangat kompetitif dengan fitur-fitur baru di produknya.

Pei mendirikan pabrik smartphone OnePlus pada tahun 2013 dan menjadikannya saingan Apple dan Samsung dengan menawarkan fitur premium dengan setengah harga pasar, dan menjadi penjual teratas di beberapa negara termasuk India.

Setelah meninggalkan OnePlus pada tahun 2020, ia mendirikan Nothing tahun lalu dengan dukungan dari orang-orang seperti Tony Fadell, perancang iPod Apple, salah satu pendiri Twitch, Kevin Lin, dan CEO Reddit, Steve Huffman.

Nothing yang berbasis di London mengatakan smartphone-nya menawarkan 18 jam penggunaan baterai dalam setiap kali pengisian daya, dan dua hari dalam keadaan siaga. Sementara untuk pengisian dapat mencapai daya 50% hanya dalam 30 menit pengisian daya. Ponsel ini juga memiliki berbagai fitur jarak jauh termasuk dapat membuka kunci pintu mobil Tesla.

Ponsel ini dibanderol mulai dari 399 pound (Rp7 juta), dan perusahaan mengatakan harga itu lebih murah daripada ponsel premium dengan fitur serupa. Kini sudah ada lebih dari 200.000 pre-order untuk produk itu.

OnePlus menggunakan strategi khusus dengan undangan untuk menjual ponsel cerdas yang menciptakan permintaan tinggi dengan tetap menjaga pelanggan untuk terus terikat dengan mereka.

Mengikuti strategi serupa, Nothing mengadakan lelang pada bulan Juni untuk pembelian 100 ponsel baru.

Direktur Riset IDC, Navkendar Singh, mengatakan Nothing akan bersaing secara ketat dengan ponsel produksi dari Samsung, Xiaomi, Oppo dan Vivo.

Gartner yang telah merevisi perkiraan turunnya penjualan ponsel global tahun ini. Ia memprediksi pasar ponsel akan turun 7,1% dari pertumbuhan sebelumnya, 2,2%.

"Pasar smartphone sangat kompetitif dan didominasi oleh Apple dan Samsung yang memiliki sumber daya luar biasa," kata Ben Wood, kepala analis di CCS Insight, seperti dikutip Reuters.  "Jika ditambah situasi ekonomi makro saat ini dan tekanan biaya hidup maka untuk menjadi sukses akan menjadi tantangan besar."