Bendung Pengaruh Kripto, Bank Indonesia Matangkan Konsep Rupiah Digital
JAKARTA – Bank Indonesia (BI) menyatakan bahwa keberadaan aset kripto melatarbelakangi otoritas moneter dalam menjajaki desain dan penerbitan Central Bank Digital Currency (CBDC) atau mata uang digital.
Deputi Gubernur BI Doni Joewono mengatakan mayoritas bank sentral dunia telah mulai melakukan tahapan riset dan percobaan sesuai dengan karakteristik negaranya masing-masing.
Menurut dia, dukungan dan masukan industri juga merupakan masukan penting bagi bank sentral dalam merencanakan desain CBDC. Selain itu, berbagai bank sentral berhati-hati dan terus mempelajari kemungkinan dampak dari CBDC tersebut, termasuk Indonesia.
“Kami di BI terus mendalami CBDC dan akhir tahun ini berada pada tahap untuk mengeluarkan white paper pengembangan Digital Rupiah,” ujarnya dalam keterangan pers pada Selasa, 12 Juli.
Doni menambahkan, eksplorasi penerbitan CBDC dilakukan berdasarkan enam tujuan, yaitu menyediakan alat pembayaran digital yang risk-free menggunakan central bank money, mitigasi risiko non-sovereign digital currency, memperluas efisiensi dan tahapan sistem pembayaran, termasuk cross border.
Baca juga:
Kemudian, memperluas dan mempercepat inklusi keuangan, menyediakan instrumen kebijakan moneter baru, dan memfasilitasi distribusi fiscal subsidy.
“Penerbitan CBDC harus dipastikan tidak mengganggu stabilitas moneter dan sistem keuangan, dapat terintegrasikan dan diimplementasikan,” tuturnya.
Sebagai informasi, digitalisasi mengubah cara manusia dalam melakukan aktivitas di berbagai aspek kehidupan, termasuk aktivitas keuangan. Digitalisasi dan pandemi COVID-19 membuat aset kripto tumbuh semakin cepat.
Aset kripto memiliki potensi untuk mengembangkan inklusi dan efisiensi sistem keuangan, namun di sisi lain juga berpotensi menimbulkan sumber risiko baru yang dapat mempengaruhi stabilitas ekonomi, moneter, dan sistem keuangan.