Deklarator KAMI Gatot Nurmantyo Usulkan Indonesia Menerapkan e-Rupiah, Mungkinkah?
Ilustrasi bitcoin (Pixabay)

Bagikan:

JAKARTA - Deklarator Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Gatot Nurmantyo mengusulkan agar pemerintah menerbitkan e-Rupiah untuk mengatasi permasalahan ekonomi Indonesia akibat pandemi global COVID-19. Lantas apa yang dimaksud dengan e-Rupiah?

Menurut Gatot, konsep e-Rupiah telah dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari, seperti membayar jalan tol, transportasi publik maupun layanan daring. Di mana transaksi non-tunai sudah diadopsi platform digital dan perbankan selama pandemi COVID-19. 

"Saran dari kami perlu didiskusikan pemerintah menerbitkan e-Rupiah, hanya bisa transaksi antar e-Rupiah," kata Gatot dalam acara deklarasi KAMI di Tugu Proklamasi, Jakarta, Selasa, 18 Agustus. 

Sejatinya, e-Rupiah bukanlah hal baru. Ide ini pernah dicetuskan Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo dua tahun lalu, ketika bank sentral tengah mengkaji penerbitan rupiah dalam bentuk digital. 

Hal itu mengadaptasi penggunaan mata uang virtual yang juga telah dilakukan oleh bank sentral di negara-negara lain. BI mencatat, saat ini sudah ada 1.490 Cryptocurrency yang berkembang di dunia, termasuk Bitcoin, Ethereum dan mata uang digital lainnya. 

Cryptocurrency

Cryptocurrency atau mata uang digital yang saat ini, telah menjadi salah satu instrumen investasi terfavorit di dunia, termasuk di Indonesia. Mata uang ini berkembang pesat dan menjadi nilai alternatif non tunai, seperti remitansi dan pengiriman uang lintas negara (cross-border transaction).

Sejatinya nilai tukar Cryptocurrency ditentukan menggunakan teknologi Blockchain, yakni jaringan peer to peer yang terdesentralisasi, transparan dan aman karena dilindungi oleh algoritma kriptografi. Dengan teknologi tersebut, nantinya tidak lagi diperlukan server atau data center terpusat untuk bertindak sebagai lembaga kliring bagi seluruh transaksi.

Alhasil transaksi menggunakan Cryptocurrency di atas jaringan Blockchain diyakini dapat menjadi solusi berbagai masalah yang dihadapi sistem keuangan konvensional. Di Indonesia, regulasi Cryptocurrency telah diatur oleh Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti).

Melalui Peraturan Bappebti Nomor 5 Tahun 2019 tentang Ketentuan Teknis Penyelenggaraan Pasar Fisik Aset Kripto (Crypto Asset), cryptocurrency diakui sebagai komoditas yang dapat diperdagangkan di bursa berjangka. 

"Aset Kripto adalah komoditas tidak berwujud yang berbentuk aset digital yang menggunakan kriptografi, jaringan peer-to-peer, dan buku besar yang terdistribusi untuk mengatur penciptaan unit baru, memverifikasi transaksi, dan mengamankan transaksi tanpa campur tangan pihak lain," uraian dalam aturan Bappebti.

Kendati menjadi aset komoditi, cryptocurrency belum sepenuhnya diakui sebagai alat pembayaran yang berlaku di seluruh Indonesia. Lantaran tidak adanya jaminan nilai transaksi dari kepemilikan mata uang tersebut, terlebih cryptocurrency dapat menyebabkan ketidakstabilan dalam sistem keuangan. 

Mengutip CNBC, Indonesia telah memiliki aset Crypto pertamanya, yakni Rupiah Token (IDRT). Bentuk mata uang kripto ini dibangun di atas Blockhain Ethereum dengan standar protokol smart contract ERC-20. 

Token IDRT memiliki nilai stabil 1 banding 1 dengan Rupiah dan diproduksi oleh PT Rupiah Token Indonesia. Menurut laporan audit yang diterbitkan per 1 Mei 2020, total Rupiah Token yang beredar di pasar telah mencapai 72,7 miliar IDRT dengan jaminan dalam Rupiah dengan nilai yang sama.