Bagikan:

JAKARTA - Calon Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Juda Agung menyoroti peran Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) yang dianggap kurang sesuai dalam menangani urusan mata uang kripto (cryptocurrency).

“Yang menarik memang sekarang urusan kripto ini di bawah Bappebti. Itu mungkin perlu dikaji dalam RUU P2SK (Rancangan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan) dan perlu kita dudukkan dengan baik dimana seharusnya,” ujar dia menanggapi pertanyaan salah satu anggota dewan saat menjalani fit and proper test bersama Komisi XI DPR RI di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa, 30 November.

Menurut Juda, penanganan terkait cryptocurrency kurang sesuai apabila berada dalam koridor Bappebti yang sejatinya merupakan perpanjangan tangan dari Kementerian Perdagangan. Pasalnya, kripto memiliki pengaruh yang cukup signifikan terhadap sistem keuangan nasional.

“Karena itu, kripto artinya sebagai sebuah komoditas (jika berada di bawah Bappebti), padahal implikasinya cukup signifikan ke sistem keuangan,” tutur dia.

Guna memastikan sektor keuangan tetap dalam kondisi terjaga, Bank Indonesia disebut Juda sudah mengeluarkan kebijakan strategis mengenai larangan pelaku industri jasa keuangan nasional, khususnya perbankan, untuk memberikan fasilitas kepada pihak-pihak yang ingin bertransaksi kripto.

“Posisi bank Indonesia sebenarnya sudah cukup jelas bahwa melarang bank dan yang masuk dalam sistem pembayaran kita untuk memfasilitasi transaksi ini,” tegasnya.

Juda menambahkan, Indonesia menjadi salah satu negara terdepan yang cukup lantang menyuarakan transaksi mata uang digital itu sebagai sesuatu yang ilegal.

“Kami menilai bahwa Indonesia dibandingkan dengan beberapa negara lain cukup kuat dalam pemberlakuan kebijakan ini, yaitu melarang anggota ataupun industri di dalam sistem pembayaran untuk memfasilitasi transaksi kripto,” ucap dia.

Lebih lanjut, Bank Indonesia disebutkan pula terus mematangkan skema pembentukan central bank digital currency (CBDC) atau rupiah digital sebagai respon atas perkembangan teknologi di industri keuangan. Juda optimistis jika langkah ini dapat mengakomodasi minat masyarakat dalam bertransaksi mata uang digital yang ditopang oleh kredibilitas bank sentral.

“CBDC menurut kami juga bisa menjadi upaya untuk ‘memerangi’ kripto. Artinya, kalau dengan kripto bisa melakukan transaksi pembayaran secara digital, maka dengan adanya CBDC ini tentu saja orang akan lebih percaya pada rupiah digital yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia,” katanya.

“Jadi menurut hemat kami, CBDC adalah sebagai salah satu langkah untuk mengatasi penggunaan cryptocurrency di dalam transaksi perekonomian,” tutup Juda.