DPR Sahkan UU Pemasyarakatan, Puan: Akomodasi Perkembangan Hukum

JAKARTA - DPR resmi mengesahkan RUU Pemasyarakatan sebagai undang-undang. Ketua DPR Puan Maharani menyebut UU Pemasyarakatan perlu dibentuk untuk mengakomodir perkembangan hukum dewasa ini.

Pengesahan UU Pemasyarakatan dilakukan dalam Rapat Paripurna DPR yang digelar di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis 7 Juli. Dalam rapat di Komisi III DPR sebelumnya, seluruh fraksi telah menyepakati pengesahan RUU Pemasyarakatan.

"UU tentang Pemasyarakatan perlu dibentuk untuk mengakomodasi perkembangan hukum dengan adanya pergeseran konsep perlakuan terhadap narapidana dengan pendekatan penjeraan menjadi tujuan reintegrasi sosial,” kata Puan dalam keterangan tertulis.

Proses reintegrasi sosial yang diatur dalam UU Pemasyarakatan menitikberatkan pada terciptanya keadilan, keseimbangan, pemulihan hubungan, perlindungan hukum, dan jaminan terhadap hak asasi Tahanan, Anak, Narapidana, Anak Binaan, korban, dan masyarakat.

Pemulihan hubungan dilakukan agar Tahanan dan Anak dapat dipulihkan martabatnya dalam masyarakat dan diterima kembali oleh masyarakat dan korban.

UU Pemasyarakatan mengedepankan upaya pembinaan untuk mengembalikan narapidana agar menyadari sepenuhnya kesalahan. Lewat UU ini, kata Puan, diharapkan narapidana tidak lagi melakukan perbuatan yang melanggar hukum agar bisa kembali dan diterima masyarakat.

"Tentunya UU Pemasyarakatan menjadi penguatan terhadap sistem pemasyarakatan yang sejauh ini telah mengalami berbagai perkembangan dan dinamika sebagai bagian dari pendukung sistem peradilan pidana,” ucap politisi PDI Perjuangan.

UU Pemasyaratan juga mengatur pelaksanaan Sistem Pemasyarakatan berdasarkan asas pengayoman, nondiskriminasi, kemanusiaan, gotong royong, kemandirian, proporsionalitas, kehilangan kemerdekaan merupakan satu-satunya derita, serta profesionalitas.

“Hal ini sesuai dengan UUD 1945 yang menyatakan bahwa setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perbuatan yang merendahkan derajat martabat manusia,” tegas Puan.

Tak hanya UU Pemasyarakatan, Rapat Paripurna DPR hari ini juga mengesahkan UU tentang Pendidikan dan Layanan Psikologi. UU ini memuat aturan terkait layanan praktik psikologi pendidikan dan tenaga psikolog, tata kelola penjaminan mutu, kemitraan, pembiayaan, hingga organisasi profesi.

DPR juga meresmikan RUU tentang Pembentukan Provinsi Papua Barat Daya dan RUU tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya menjadi RUU inisiatif DPR. Rapat Paripurna hari ini sekaligus menutup Masa Persidangan V Tahun Sidang 2021-2022.

Sebelum menyampaikan pidato penutupan masa sidang, Puan atas nama DPR kembali menyampaikan duka cita atas wafatnya Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Tjahjo Kumolo, pada Jumat (1/7) lalu.

“Semoga Allah SWT menerima amal ibadahnya dan Beliau mendapat tempat terbaik di sisi Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang. Dan semoga keluarga besar yang ditinggalkannya diberi tambahan ketabahan dan kesabaran,” ungkap Puan.

Selama Masa Persidangan V Tahun Sidang 2021-2022, DPR disebut telah mengesahkan 11 RUU menjadi UU. DPR juga telah menyetujui 4 RUU sebagai RUU Inisiatif DPR, termasuk RUU tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak (RUU KIA).

“RUU KIA memiliki nilai strategis dalam upaya menjaga dan meningkatkan kualitas sumber daya  manusia Indonesia. Oleh karena itu DPR RI bertekad untuk segera menyelesaikan pembahasannya pada masa sidang mendatang,” terang Puan.

DPR bersama Pemerintah juga telah melakukan pembahasan KEM PPKF (Kebijakan Ekonomi Makro dan Pokok2 Kebijakan Fiskal) APBN Tahun Anggaran 2023. Puan mengatakan, APBN 2023 perlu mengantisipasi berbagai dinamika global, konflik geopolitik, perkembangan kebijakan moneter global, perkembagan harga komoditas strategis yang dapat mempengaruhi kebijakan fiskal APBN dan ketahanan APBN.

“APBN, sebagai instrumen untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, semakin dituntut untuk menjalankan program-program yang efektif bagi menyelesaikan urusan rakyat serta efisien dalam tata kelola program yang dapat memudahkan rakyat untuk mendapatkan manfaatnya,” papar mantan Menko PMK itu.

Di masa sidang ini, DPR juga menerima Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LHP LKPP) Tahun 2021 oleh BPK RI, di mana BPK memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) Opini WTP atas LKPP tahun 2021. Puan menyinggung adanya 27 temuan BPK berkaitan dengan kelemahan Sistem Pengendalian Intern (atau SPI) dan ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan.

“Walaupun temuan tersebut tidak berdampak material terhadap kewajaran penyajian LKPP Tahun 2021, namun tetap perlu ditindaklanjuti Pemerintah guna perbaikan pengelolaan APBN,” sebut Puan.

“LHP LKPP Tahun 2021 tersebut akan ditindaklanjuti dalam pembahansan RUU tentang Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan APBN Tahun Anggaran 2021,” imbuhnya.

Lebih lanjut, Puan menyampaikan beberapa kebijakan, isu, dan permasalahan di berbagai bidang yang menjadi perhatian Dewan. Di antaranya soal Persiapan Pemilu 2024, kebijakan peralihan siaran televisi analog ke digital melalui proses Analog Switch Off (ASO), dan persoalan mafia tanah.

DPR pun menyoroti peningkatan kasus harian Covid-19 yang memerlukan kerja sama antara masyarakat dan semua stakeholder sehingga lonjakan kasus dapat ditekan, percepatan vaksinasi untuk antisipasi penyebaran Penyakit Mulut dan Kaki pada hewan ternak, dan legalisasi ganja terbatas untuk kepentingan medis.

“Pelaksanaan tindak lanjut hasil pengawasan AKD DPR RI, merupakan basis untuk meningkatkan kinerja Pemerintah dalam menjalankan pelayanan dan program kegiatan kementerian/lembaga agar efektif dalam menyelesaikan urusan rakyat,” ujar Puan.

Pada masa sidang ini, DPR RI telah melakukan uji kelayakan dan kepatutan terhadap 2 orang Calon Hakim Agung dan 2 orang Hakim Ad Hoc Tindak Pidana Korupsi pada Mahkamah Agung tahun 2022. Lalu terhadap 3 orang calon Anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI Masa Tugas 2022-2027.

Di sisi lain, DPR terus melaksanakan diplomasi dengan parlemen dunia melalui serangkaian acara jelang forum Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Parliamentary Speakers Summit (P20) pada bulan Oktober nanti. Menurut Puan, Indonesia sebagai pemimpin penyelenggaraan P20 tahun ini akan mempertemukan parlemen dari 20 negara dengan ekonomi terbesar untuk berperan dalam menentukan arah pemulihan secara global.

“DPR RI sebagai tuan rumah akan berperan penuh menyukseskan presidensi Indonesia di G20 dengan menyelenggarakan KTT P20 melalui fungsi diplomasi parlemen,” urai cucu Proklamator RI Bung Karno tersebut.

Setelah Rapat Paripurna Penutupan Masa Sidang, DPR akan memasuki masa reses mulai 8 Juli hingga 15 Agustus 2022. Masa Reses Masa Persidangan V Tahun Sidang 2021-2022 merupakan akhir tahun ketiga masa bakti DPR RI Periode 2019-2024.

“Masa reses merupakan kesempatan bagi kita untuk menyapa, mendengarkan dan menyerap aspirasi rakyat, menjelaskan tugas-tugas konstitusional yang telah dilaksanakan DPR RI, serta kita ikut mempersatukan rakyat dalam semangat gotong royong untuk membangun Indonesia,” tutup Puan.