Gempa Afghanistan: Jumlah Korban Tewas Bertambah hingga 1.000 Orang, Taliban Minta Bantuan Internasional
JAKARTA - Jumlah korban tewas gempa bumi Afghanistan berkekuatan Magnitudo 6.1 yang terjadi Rabu dini hari terus bertambah, menjadi gempa paling mematikan yang melanda Afghanistan dalam dua dekade terakhir.
Gempat telah menewaskan sedikitnya 1.000 orang dan melukai 1.5000 lainnya di Afghanistan timur, kata seorang pejabat Taliban yang berkuasa kepada BBC seperti dikutip 23 Juni.
Taliban meminta bantuan internasional untuk upaya penyelamatan, karena gambar-gambar menunjukkan tanah longsor dan rumah-rumah yang dibangun dari lumpur di provinsi Paktika.
Gempa terjadi tak lama setelah 01:30 (21:00 GMT Selasa) saat orang-orang tidur.
Ratusan rumah hancur akibat gempa yang terjadi di kedalaman 51 km (32 mil).
Gempa bumi melanda sekitar 44km dari kota Khost dan getarannya terasa hingga ke Pakistan dan India. Saksi mata melaporkan merasakan gempa di ibu kota Afghanistan, Kabul, dan ibu kota Pakistan, Islamabad.
Pejabat Taliban meminta PBB untuk "mendukung mereka dalam menilai kebutuhan dan menanggapi mereka yang terkena dampak", Sam Mort dari unit Kabul Unicef mengatakan kepada BBC.
Sementara, perwakilan khusus Inggris untuk Afghanistan, Nigel Casey, mengatakan Inggris telah berhubungan dengan PBB dan "siap untuk berkontribusi pada tanggapan internasional".
Terpisah, dalam keterangan kepada Reuters penduduk setempat menggambarkan pemandangan mengerikan dari kematian dan kehancuran setelah gempa larut malam.
"Saya dan anak-anak berteriak. Salah satu kamar kami hancur. Tetangga kami berteriak dan kami melihat kamar semua orang," tutur penduduk bernama Fatima.
"Itu menghancurkan rumah-rumah tetangga kami. Ketika kami tiba, banyak yang tewas dan terluka. Mereka mengirim kami ke rumah sakit. Saya juga melihat banyak mayat," ungkap penduduk lain bernama Faisal.
"Setiap jalan yang Anda lalui, Anda mendengar orang-orang berkabung atas kematian orang yang mereka cintai," kata seorang jurnalis di Provinsi Paktika kepada BBC.
Adapun petani lokal Alem Wafa menangis ketika dia mengatakan, tim penyelamat resmi belum mencapai desa terpencil Gyan, salah satu daerah yang terdampak paling parah gempa bumi kali ini.
"Tidak ada pekerja bantuan resmi, tetapi orang-orang dari kota dan desa tetangga datang ke sini untuk menyelamatkan orang. Saya tiba pagi ini, dan saya sendiri menemukan 40 mayat," getirnya.
Baca juga:
- AS Mulai Vaksinasi COVID-19 untuk Anak di Bawah 5 Tahun, Presiden Biden: Akhirnya, Menenangkan Pikiran
- Diduga Mata-mata dan Bocorkan Data Intelijen ke Rusia, Pejabat Kabinet dan Pebisnis Ukraina Ditahan
- Kremlin Sebut Tidak Mengetahui Lokasi Dua Tentara Bayaran AS yang Tertangkap di Ukraina
- Presiden Putin Sebut Rudal Balistik Sarmat Siap Masuki Siaga Tempur, Rusia Anggap 'Aneh' Negosiasi Baru Pengurangan Senjata dengan AS
Sebagian besar yang tewas, katanya, adalah "anak-anak yang sangat muda". Rumah sakit setempat tidak memiliki kapasitas untuk menangani bencana seperti itu, tambah petani itu.
Sementara itu, seorang dokter di Paktika mengatakan para pekerja medis termasuk di antara para korban.
"Kami tidak memiliki cukup orang dan fasilitas sebelum gempa, dan sekarang gempa telah merusak sedikit yang kami miliki. Saya tidak tahu berapa banyak rekan kami yang masih hidup," lirihnya.
Rusaknya menara telepon seluler, menjadikan komunikasi paska-gempa menjadi sulit. Sebagian besar korban sejauh ini berada di distrik Gayan dan Barmal di Paktika, kata seorang dokter setempat kepada BBC. Situs media lokal Etilaat-e Roz melaporkan seluruh desa di Gayan telah hancur.