Jokowi Yakin Indonesia Jadi Negara Maju Tahun 2045 Jika Konsisten Stop Ekspor Bahan Mentah

JAKARTA - Presiden Joko Widodo memprediksi Indonesia akan bisa menjadi negara maju pada sekitar dua puluh tahun mendatang jika berani meyetop ekspor bahan mentah sepenuhnya.

Jika ekspor bahan mentah konsisten dilakukan, kata Jokowi, pendapatan per kapita Indonesia pun bisa mencapai USD 21 ribu hingga 27 ribu. Sementara, saat ini pendapatan per kapita Indonesia masih mencapai USD 4.349,5.

Hal ini Jokowi katakan dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) II PDIP di Sekolah Partai, Lenteng Agung, Jakarta Selatan pada hari ini.

"Hitung-hitungan kita di 2045, kalau ada konsistensi kepemimpinan dengan keberanian meyetop ekspor bahan-bahan mentah sampai tahun itu, insyallah kita sudah berada di angka 21 ribu sampai 27 ribu income per kapita kita. Betul-betul kita sudah berada pada posisi di negara maju," kata Jokowi, Selasa, 21 Juni.

Jokowi memandang, jika pemimpin Indonesia masa mandatang konsisten untuk menyetop ekspor bahan mentah, hal ini akan menambah nilai tambah di dalam negeri. Seiring dengan itu, lapangan kerja dan pemasukan pajak ikut bertambah.

"Harus mulai kita berani stop ekspor bahan mentah, kemudian kita buat barang jadi. Ada industrialisasi ada hilirisasi di situ. Itulah sebetulnya kekuatan besar kita sehingga nilai tambah itu ada di dalam negeri," ungkap Jokowi.

"Kalau kita kirim bahan mentah, yang dapat nilai tambah negara lain, yang dapat lapangan pekerjaan negara lain, yang dapat pajak juga negara lain. kalau industrinya ada di sini, PPh dapat kita. PPh badan, PPh karyawan, PPh perorangan, PPH badan dapat, pajak dapat, bea ekspor dapat, bea keluar dapat," lanjut dia.

Meski demikian, Jokowi menekankan pentingnya pembangunan sumber daya manusia hingga infrastruktur untuk mengolah bahan mentah yang tidak diekspor menjadi bahan setegah jadi.

"Tantangannya sekalai lagi tidak mudah, terutama pembangunan SDM. Jadi, tanpa gotong royong, kita akan kesulitan menghadapi kompetisi global. Kompetisi saat ini terjadi hampir di semua sektor dari hulu sampai hilir. Tidak hanya berkompetisi di bidang ekonomi, di bidang bisnis, tapi juga SDM. Di bidang sains dan teknologi. Termasuk yang kita alami sekarang ini, kompetisi dalam menghadapi krisis pangan dan krisis energi global," jelasnya.