Bagikan:

JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengungkapkan Indonesia akan terus menempuh upaya banding seusai digugat Uni Eropa di Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO) terkait larangan ekspor bijih nikel.

Jokowi berharap pemimpin selanjutnya memiliki nyali besar mengambil risiko, demi melanjutkan hilirisasi nikel Indonesia. Jika tidak ada upaya hukum lagi, tidak masalah karena industri nikel di dalam negeri sudah matang.

"Nanti kalau kalah lagi, sudah nggak ada upaya yang lebih tinggi lagi, nggak apa-apa, industrinya sudah jadi, perkiraan saya 3 tahun lagi industri ini sudah jadi semua," kata Jokowi dalam rapat pimpinan nasional Solidaritas Ulama Muda Jokowi atau Samawi di Istora Senayan, Jakarta, Sabtu 7 Oktober.

Jokowi memprediksi dalam beberapa tahun ke depan, hilirisasi industri nikel akan lebih matang. Industri pengolahan barang mentah menjadi barang jadi atau barang setengah jadi akan terbentuk. Untuk itu pemimpin Indonesia berikutnya sangat berpengaruh.

"Sekali lagi dalam kepemimpinan yang akan datang 2024-2034 sangat menentukan negara kita ini jadi negara maju atau tidak maju," pungkas Jokowi.

Jokowi menyebut pemerintah akan berusaha memberikan nilai tambah ekonomi untuk negara, yang didapat dari ekspor barang setengah jadi, bukan barang mentah, termasuk hilirisasi nikel.

"Kita baru stop nikel 2020, kita digugat Uni Eropa, digugat di bawah WTO. Banyak menteri bertanya, 'Pak ini kita digugat', ya hadapi, carikan pengacara baik, kita hadapi. Jangan digugat negara besar terus kita mundur, nggak jadi negara ini," kata Jokowi.

Jokowi menegaskan apabila upaya banding hilirisasi nikel tersebut tidak berhasil, pemerintah akan mengupayakan segala upaya hukum yang memungkinkan.

Sayangnya dia tidak menjelaskan lebih lanjut upaya hukum yang dimaksud. Dia hanya mengungkapkan hilirisasi industri harus dilanjutkan, sebab memberikan nilai ekonomi tambah berkali-kali lipat untuk Indonesia.

Ketika Indonesia mengekspor nikel mentah, pendapatan yang diterima per tahun hanya Rp 15 triliun. Namun, ketika Indonesia mengekspor barang olahan nikel, pendapatan melonjak menjadi Rp510 triliun.

"Perlu saya jelaskan ketika kita ekspor bahan mentah, per tahun kita hanya dapat Rp 17 triliun, setelah diolah jadi barang jadi, besi, baja, stainless steel, nilainya jadi Rp510 triliun. Kita dapat jauh lebih banyak, pajak pertambahan nilai, pajak perusahaan, penerimaan negara bukan pajak (PNBP), bea ekspor, royalti, dividen, terus dikumpulkan masuk APBN," jelas Jokowi.