Desakan ICW Terhadap Polri dalam Kasus Penganiayaan Bryan Yoga Kusuma di Holywings Jogya
JAKARTA - Aksi kekerasan yang melibatkan aparat penegak hukum di sebuah tempat hiburan malam di Yogyakarta, Jawa Tengah kembali terjadi. Bryan Yoga Kusuma menjadi korban pengeroyokan yang diduga dilakukan oleh perwira kepolisian di Holywings Jogja, pada Jumat, 3 Juni, lalu.
Polda DIY turun tangan dengan memeriksa 17 orang terkait insiden itu. Dua orang perwira Polres Sleman disebut telah melakukan pelanggaran.
Menanggapi masalah ini, Sekjen Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso menegaskan, anggota polisi yang terlibat dalam penganiayaan Bryan Yoga Kusuma di parkiran Holywings Yogyakarta dan di Polres Sleman harus dipecat karena telah menciderai marwah institusi Polri.
Apalagi, menurut Sugeng, Kapolda DIY Irjen Asep Suhendar telah berjanji akan memproses pidana kedua anggota Polri tersebut.
"Artinya, ada pelanggaran disiplin dan kode etik yang dilakukan mereka," katanya kepada VOI, Rabu, 8 Juni.
Kepastian itu, sambungnya, setelah dilakukan gelar perkara oleh Subdit Paminal, Direktorat Propam Polda DIY setelah memeriksa empat orang sipil dan 13 anggota polisi. Hasilnya, ada pelanggaran yang dilakukan oleh anggota Polri berinisial LV dan AR.
Oleh sebab itu, lanjut Sugeng, Indonesia Police Watch (IPW) mendesak Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk memberhentikan dua anggota Satreskrim Polres Sleman yang melakukan penganiayaan kepada Bryan Yoga Kusuma.
Baca juga:
- Pasangan LGBT yang Viral saat Duduk Berpelukan akhirnya Diamankan Polisi
- Melawan saat Ditangkap, 8 Rampok di Rumah Juragan Sembako Ditembak Kakinya
- Suami yang Jerat Leher Istri Pakai Kabel Hingga Tewas Masih dalam Pengejaran Polisi
- Pemukulan Anak Politikus PDIP Indah Kurnia di Jalan Tol Dalam Kota Jakarta Jadi Viral di Medsos
Sugeng menilai, hal ini sesuai dengan amanah dalam Pasal 15 Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Polri yang menyebutkan memberhentikan anggota Polri dilakukan oleh: a. Presiden untuk pangkat Komisaris Besar Polisi (Kombes Pol) atau yang lebih tinggi, b. Kapolri untuk pangkat Ajun Komisaris Besar (AKBP) atau yang lebih rendah.
Pasalnya, perbuatan penganiayaan yang dilakukan oleh anggota berinisial LV dan AR terhadap Bryan, jelas-jelas melanggar peraturan perundangan. Pada Pasal 13 ayat 1 PP 1 Tahun 2003 secara tegas disebutkan, anggota Polri dapat diberhentikan tidak dengan hormat dari dinas Polri karena melanggar sumpah/janji anggota Polri, sumpah/janji jabatan, dan/atau Kode Etik Profesi Polri.
IPW menjelaskan, institusi Polri merupakan alat negara yang tugas pokoknya melindungi dan mengayomi masyarakat.
"Jangan sampai, tugas luhur tersebut dikotori oleh ulah anggota polisi yang arogan dan merusak martabat Polri," ujarnya.
Pastinya, hal ini dengan tegas diatur dalam Pasal 5 huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003 tentang Disiplin Anggota Polri yang menyebutkan bahwa dalam rangka memelihara kehidupan bernegara dan bermasyarakat, anggota Polri dilarang melakukan hal-hal yang dapat menurunkan kehormatan dan martabat negara, pemerintah, atau Polri.
Seperti diketahui, peristiwa penganiayaan bermula terjadi pada hari Jumat, 3 Juni. Korban, Bryan Yoga Kusuma bersama beberapa rekannya, Albert Wijaya, Aprio Rabadi, Yogi Adhika Pratistha dan Irawan mengunjungi Holywings Yogyakarta sekitar pukul 23.30 WIB.
Sekitar pukul 02.00 WIB hari Sabtu, 4 Juni 2022, Bryan Yoga Kusuma diprovokasi oleh seorang yang bernama Carmel, dan berujung pada perkelahian di depan parkiran Holywings.
Saat itu, Carmel memanggil temannya yang bernama Leo yang kemudian mengumpulkan seluruh security, preman, tukang parkir, provost dan PM untuk memprovokasi Bryan.
Dalam kejadian itu, Bryan Yoga dihajar kurang lebih selama satu jam oleh sekitar 20 orang. Anehnya, ada oknum polisi yang terlibat. Setelah keadaan agak kondusif, Bryan dan Albert diberikan opsi jalan tengah untuk menyelesaikan masalahnya di Polres Sleman.
Tetapi saat di Polres, Bryan dan Albert masih mendapat siksaan dan pukulan. Atas peristiwa tersebut, peraturan Kapolri yang baru diterbitkan yakni Perkap Nomor 2 Tahun 2022 tentang Pengawasan Melekat Di Lingkungan Polri tidak dijalankan. Akibatnya, penganiayaan oleh anggota Polri kepada masyarakat sipil terjadi tanpa kendali.