Perda COVID-19 DKI Disahkan, Warga Tolak Tes Swab Didenda Rp5 Juta

JAKARTA - DPRD DKI bersama Pemprov DKI mengesahkan rancangan peraturan daerah (raperda) mengenai penanggulangan COVID-19 di DKI menjadi peraturan daerah (perda).

Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD DKI Pantas Nainggolan menyebutkan, ada jenis sanksi tambahan yang tidak tercantum dalam peraturan gubernur (pergub) soal COVID-19 yang telah berlaku.

Perda ini juga mengatur soal ketentuan pidana denda bagi individu di DKI yang tidak menjalani kebijakan penanganan COVID-19 di DKI, mulai dari penolakan mendapat surveilans, tes usap, hingga vaksinasi COVID-19.

"Perda ini menganut dua sanksi. Yang pertama adalah sanksi administratif, tidak berbeda dengan apa yang sudah ditetapkan dalam pergub. Yang bertambah adalah sanksi pidana," kata Pantas kepada wartawan, Senin, 19 Oktober.

Perda COVID-19 ini berisi 11 Bab dan 35 pasal. Di dalamnya, mengatur ketentuan, tanggung jawab, sanksi, dan wewenang pemerintah daerah selama penanganan COVID-19.

Pada Pasal 29, setiap orang yang dengan sengaja menolak untuk dilakukan reverse transcriptase polymerase chain reaction (RT-PCR) atau tes cepat molekuler, dan/atau pemeriksaan penunjang yang diselenggarakan oleh Pemprov DKI, dapat dipidana dengan pidana denda paling banyak sebesar Rp5 juta.

 

 

Pada Pasal 30, setiap orang yang dengan sengaja menolak untuk dilakukan pengobatan dan/atau vaksinasi COVID-19, dipidana dengan pidana denda paling banyak sebesar Rp5 juta.

Pada Pasal 31, setiap orang yang dengan sengaja tanpa izin membawa jenazah yang berstatus probable atau konfirmasi yang berada di fasilitas kesehatan, dipidana dengan pidana denda paling banyak sebesar Rp5 juta.

Kemudian, jika orang yang membawa paksa jenazah disertai dengan ancaman dan/atau kekerasan, dipidana dengan pidana denda paling banyak sebesar Rp7,5 juta.

pada Pasal 32, setiap orang terkonfirmasi COVID-19 yang dengan sengaja meninggalkan fasilitas isolasi atau fasilitas kesehatan tanpa izin petugas, dipidana dengan pidana denda paling banyak sebesar Rp5 juta.

Pantas menuturkan, pengenaan sanksi pidana denda ini bisa diberlakukan lewat mekanismenya proses sidang tindak pidana ringan. Pihak yang berwenang untuk memutuskan besaran sanksi denda adalah hakim di pengadilan.

"Ancaman pidana denda yang kita cantumkan itu adalah maksimal. Tidak bisa lebih. Kalau kurang dari itu, itu terserah kepada pertimbangan hakim," ungkap Pantas.

"Bisa saja jika melihat situasi, hakim mungkin melihat kondisi (orang yang dikenakan sanksi pidana denda), mungkin hanya dikenakan Rp50 ribu. Itu sepenuhnya tergantung kepada kearifan dan kebijaksanaan hakim di dalam menilai setiap peristiwa yang disidang," lanjut dia.

>