Diplomatnya Diusir hingga Duta Besarnya Disiram Cat, Rusia Tidak akan Tutup Kedutaan di Eropa
JAKARTA - Rusia tidak berencana secara proaktif menutup kedutaan besarnya di Eropa, sebagai respon tindakan tidak bersahabat oleh Negara Barat, termasuk perluasan sanksi terhadap Moskow, sebut seorang wakil menteri luar negeri.
"Ini bukan tradisi kami," kata Wakil Menteri Luar Negeri Alexander Grushko kepada RIA, seperti melansir Reuters 10 Mei.
"Oleh karena itu, kami percaya bahwa pekerjaan kantor perwakilan diplomatik itu penting," sambungnya.
Senin kemarin, Duta Besar Rusia untuk Polandia Sergey Andreev disiram dengan zat merah oleh orang-orang yang memprotes perang di Ukraina, saat ia hendak meletakkan bunga di Pemakaman Militer Soviet di Warsawa, menandai peringatan 77 thaun kemenangan Nazi Jerman dalam Perang Dunia Kedua.
Rekaman video yang diunggah di Twitter menunjukkan para pengunjuk rasa, beberapa dengan bendera Ukraina, mengelilingi delegasi Rusia dan meneriakkan "fasis" sebelum Duta Besar Sergey Andreev disiram dengan zat merah.
Andreev mengatakan kepada wartawan, dia dan timnya tidak terluka parah dalam insiden itu, lapor kantor berita TASS.
"Kami akan melakukan protes resmi. Ketika mereka merekomendasikan agar kami tidak mengadakan acara yang lebih besar, kami bertemu mereka di tengah jalan, kami tidak memperburuk situasi," katanya.
Terpisah, Kementerian Luar Negeri Rusia mengatakan dalam sebuah pernyataan, "Sebuah protes keras diungkapkan kepada pihak berwenang Polandia karena praktis berkomplot dengan preman neo-Nazi."
Ia juga menuntut agar pihak berwenang Polandia menyelenggarakan upacara peletakan karangan bunga baru segera setelah insiden tersebut memaksa penangguhan rencana semula.
Sementara, Kementerian Luar Negeri Polandia menggambarkan insiden itu sebagai "disesalkan". "Para diplomat menikmati perlindungan khusus, terlepas dari kebijakan yang diambil oleh pemerintah yang mereka wakili," katanya dalam sebuah pernyataan.
Diketahui, bulan lalu Rusia menyebut jumlah diplomatnya yang diusir dari berbagai negara mencapai ratusan, sejak invasi ke Ukraina pada 24 Februari lalu, membutuhkan waktu yang lama untuk pemulihannya.
Ini diungkapkan oleh Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Yevgeny Ivanov pada pertemuan Russian Federation Council's Interim Commission for the Protection of State Sovereignty and Prevention of Interference in the country's Internal Affairs.
Baca juga:
- Pakai Kalung Rantai Emas Senilai Rp1 Miliar, Penumpang Pesawat Ini Langsung Diperiksa Petugas Bandara
- Gabung Kontraktor Militer Swasta, Mantan Marinir AS Tewas dalam Pertempuran di Ukraina
- Idulfitri 2022: Arab Saudi Imbau Warganya untuk Melihat Bulan Sabit pada Sabtu Malam
- Desak Israel Hentikan Penembakan di Suriah, Rusia: Melanggar Hukum Internasional dan Tidak Dapat Diterima
"Seiring dengan pengenalan semua jenis sanksi, metode hukuman favorit (terhadap) Moskow adalah pengusiran diplomat Rusia. Ini tidak dimulai pada 23 Februari, itu dimulai lebih awal. Rekan (Barat) kami telah mempraktikkan ini," jelas Ivanov.
"Sejak awal dari operasi militer khusus di Ukraina, sekitar 400 karyawan misi luar negeri kami telah diusir dari 28 negara Barat. Pemimpin di sana adalah Polandia, Jerman, Slovenia, Slovakia, Kroasia, Prancis, Italia, dan Spanyol," ungkapnya.
"Kapasitas misi konsuler di banyak negara juga telah dikurangi, tentu saja. Ini dilakukan untuk memperumit pemberian bantuan apa pun, termasuk kepada warga Rusia dan rekan-rekan kita yang tinggal di negara-negara tersebut. Ini juga berlaku untuk sekretaris pers di sejumlah negara, sehingga tidak mungkin menyampaikan informasi," tandas Ivanov.