Lepas Jabatan Komisioner KPU, Wahyu Setiawan Mendekam di Rutan Guntur
JAKARTA - Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU} Wahyu Setiawan telah ditetapkan sebagai tersangka kasus suap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Meski demikian, Wahyu belum dicopot dari Jabatan sebagai penyelenggara pemilu.
Di tengah penanganan KPK, Wahyu menyadari kesalahannya. Lewat secarik kertas yang ia tulis dalam Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Wahyu menyatakan pengunduran diri dari Jabatan Komisioner KPU.
Pernyataan ini ia nyatakan setelah dirinya mengenakan rompi oranye khas tahanan KPK. Secarik kertas pengunduran dirinya dipegang pada tangan yang telah diborgol.
"Dengan saya telah ditetapkan sebagai tersangka, maka dalam waktu segera saya akan mengundurkan diri sebagai anggota KPU," kata Wahyu di Gedung Merah Putih KPK, Jumat, 10 Januari dini hari.
Baca juga:
Atas tindakan penyalahgunaan jabatannya sebagai penyelenggara pemilu, Wahyu menyampaikan permohonan maaf kepada Ketua, Anggota (Komisioner), dan Sekretaris Jendral KPU. Wahyu juga meminta maaf kepada seluruh jajaran KPU se-Indonesia.
"Kejadian ini murni masalah pribadi saya dan saya menghormati proses hukum yang sedang dilakukan oleh KPK," tuturnya.
"Mohon doa, semoga saya diberi kesehatan dan kesabaran," lanjut dia.
Saat ini, Wahyu telah keluar dari Gedung Merah Putih KPK. Kini, Wahyu telah ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Guntur. Sementara, tersangka lainnya yakni Agustiani Tio Fridelina dan Saeful ditahan di Rutan KPK. Satu tersangka lagi, Harun Masiku masih buron.
Sebelumnya, Ketua KPU Arief Budiman menjelaskan, menurut aturan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017, seorang anggota KPU baru diberhentikan sementara jika sudah berstatus sebagai terdakwa.
"Menurut ketentuan peraturan perundang-undangan, penyelenggara pemilu atau anggota KPU, KPU provinsi atau KPU kabupaten/kota. Kalau dia sudah ditetapkan menjadi terdakwa, maka dia akan diberhentikan sementara," kata Arief di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis, 8 Januari malam.
"Kemudian hal ini sampai dengan ada putusan yang berkekuatan hukum tetap. Kalau memang bersalah, akan diberhentikan tetap. Kalau tidak bersalah, dia akan direhabilitasi," lanjut dia.
Namun, melihat kasus ini memengaruhi tingkat kepercayaan publik dan memungkinkan adanya delegitimasi penyelenggara pemilu, Arief bilang pihaknya akan menggelar pleno untuk menentukan status Wahyu Setiawan dari Komisioner KPU.
"Karena kasus ini cukup penting bagi kami dan memengaruhi kepercayaan publik kepada penyelenggara pemilu, maka kami akan melakukan rapat pleno," tutur Arief.
Sebagai informasi, Komisioner KPU Wahyu Setiawan resmi ditetapkan sebagai tersangka penerima suap oleh KPK. Wahyu terbukti meminta uang senilai Rp900 juta.
Uang tersebut bakal digunakan untuk memuluskan jalan Caleg DPR RI dari PDIP, Harun Masiku mendapat jatah pencalonan lewat proses pergantian antarwaktu (PAW) dari Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia. Padahal, KPU menggelar rapat pleno dan menetapkan caleg lain bernama Riezky Aprilia sebagai pengganti Nazarudin.
Atas perbuatan Wahyu dan Agustiani yang menerima suap, kemudian disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan sebagai pemberi, Harun dan Saeful kemudian disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.