Kapolri: Denda Operasi Yustisi Protokol Kesehatan Capai Rp1,6 Miliar
JAKARTA - Kapolri Jenderal Idham Azis menyebut denda administrasi yang terkumpul dari operasi yustisi pelanggar protokol kesehatan COVID-19 mencapai Rp1,6 miliar. Denda ini terkumpul dari 25.484 pelanggar.
"Sejak 14 September 2020, seluruh jajaran Polri juga mendukung pelaksanaan Operasi Yustisi dengan sasaran pelanggaran protokol kesehatan dengan hasil 1.341.027 teguran lisan, 296.898 teguran tertulis, 201.971 kerja sosial di fasilitas umum, dan 25.484 denda administrasi senilai Rp1.610.994.000," kata Idham dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR RI yang ditayangkan TV Parlemen, Rabu, 30 September.
Kapolri mengatakan berdasarkan hasil evaluasi Polri dalam pengamanan dan pengawalan protokol kesehatan, Polri selalu bersinergi dengan TNI, Satpol PP, dan instansi lainnya dalam upaya pendisiplinan protokol kesehatan. Termasuk pada zona wilayah terdampak pandemi yang telah ditetapkan Satgas Penanganan COVID-19.
Ada ribuan personel Polri yang disebar di tengah masyarakat sesuai dengan kondisi zonasi penularan COVID-19. "Pengerahan personil polri sebesar 11.226 di zona merah, 31.591di zona oranye dan 9.815 di zona kuning, 3.583 di zona hijau," ujarnya.
Ada tujuh titik yang menjadi lokasi persebaran sesuai dengan pemetaan risiko. Lokasi tersebut adalah terminal, stasiun, bandara, pelabuhan, mall, pusat perbelanjaan, rumah makan, obyek wisata, tempat ibadah dan tempat umum lainnya.
Selain itu, dia juga memaparkan jajaran Polri melakukan patroli siber sebanyak 23.830.650 kegiatan dan koordinasi dengan Kemenkominfo sebanyak 23.995.330 kegiatan sejak Maret hingga September. Hal ini dilakukan setelah Komisi III memberikan dukungan kepada pihaknya untuk melakukan pencegahan hoaks yang provokatif dan menegakan hukum bagi pelaku kejahatan siber yang memanfaatkan isu COVID-19 seperti penjarahan, penimbunan bahan pangan, dan APD.
"Dalam hal upaya penegakan hukum sebagai ultimatum remedium yaitu, menegakan hukum hoaks memanfaatkan isu COVID 104 perkara, penegakan hukum penimbunan bahan pangan 36 perkara, dan penimbunan alkes 18 perkara," ungkapnya.
Baca juga:
Sebelumnya, Juru Bicara Presiden bidang Hukum Dini Purwono meminta masyarakat untuk tak menganggap operasi yustisi protokol kesehatan senagai tindakan represif. Kata dia, operasi ini diadakan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat di tengah pandemi COVID-19.
"Pemerintah meminta masyarakat tidak menganggap operasi yustisi protokol kesehatan sebagai bagian dari tindakan represif. Apalagi dalam pelaksanaannya, pemerintah juga menggangdeng organisasi masyarakat, tokoh agama, dan tokoh masyarakat untuk membantu menegakkan protokol kesehatan di masyarakat dan komunitas," kata Dini dikutip dari keterangan tertulisnya, Jumat, 18 September.
Menurutnya, penegakan disiplin ini menjadi penting karena kunci pengendalaian COVID-19 dimulai dari penerapan protokol seperti memakai masker, mejaga jarak, dan rajin mencuci tangan.
"Masyarakat harus menyadari bahwa mereka adalah ujung tombak dalam upaya pengendalian ini," tegasnya.