MUI Minta Logo Halal Baru Tidak Perlu Diperdebatkan

PALU - Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah mengatakan logo halal baru dikeluarkan Kementerian Agama tidak perlu diperdebatkan karena tidak terlalu substansial.

"Yang perlu dibicarakan adalah hal-hal substansi daripada mendialogkan persoalan merk. Logo diciptakan sebagai penanda bahwa satu produk tertentu telah dinyatakan halal ketika label dilekatkan dalam kemasan," kata Ketua MUI Kota Palu Prof Zainal Abidin yang dihubungi di Palu, Jumat 18 Maret.

Menurut dia, logo yang dikeluarkan pemerintah pusat Melalui Kemenag sudah memiliki makna, hanya saja masyarakat tidak terbiasa dengan hal baru, sehingga publik menilai perlu adanya perbaikan terhadap bentuk dan corak pada label tersebut.

"Persoalannya bukan label lama lebih bagus dari yang baru, atau sebaliknya. Ini kan hanya perpindahan kewenangan, tentu instansi bersangkutan pun diberikan kewenangan membuat logo tersendiri sesuai yang disepakati sebagai pembeda," papar Zainal dikutip Antara.

Ia menilai, meskipun terjadi perubahan logo, tetapi secara substansial MUI Pusat juga masih terlibat dalam menentukan suatu produk tertentu halal atau tidak halal, karena saat ini baru MUI yang memiliki tenaga dan perangkat pengujian suatu produk makanan dan minuman.

Sejak kewenangan diberikan kepada Kemenag, katanya, kementerian terkait memiliki memiliki lembaga tersendiri dalam urusan penjaminan produk halal yang diatur berdasarkan Undang-undang berlaku.

Meski begitu, produk-produk yang lolos uji kehalalan oleh MUI pada tahun sebelumnya masih tetap berlaku hingga 2026 mendatang, karena berdasarkan aturan label halal melekat pada suatu produk memiliki masa berlaku 5 tahun.

"Secara internal, tetap MUI memproses kehalalan atau tidaknya suatu produk. Benar pemerintah yang mengeluarkan label pada kemasan, tetapi proses produk dari suatu kehalalan masih dijalankan oleh MUI. Lalu, MUI tingkat daerah kabupaten/kota tidak boleh mengeluarkan label atau memproses sebuah produk," kata dia menuturkan.

Mantan Rektor UIN Palu ini menjelaskan, pihaknya tidak berada dalam posisi mendukung atau tidak kebijakan tersebut, tetapi secara kewenangan dan aturan telah terjadi perpindahan.

"Kalau nanti dianggap tidak bagus, biar lah sejarah yang menentukan. Kita harus menghormati sebuah produk baru, dan mudah-mudahan pengalihan kebijakan ini diharapkan lebih baik lagi," demikian Zainal.