DPRD Khawatir Tarif Integrasi Transportasi Lebih Banyak Dinikmati Warga Luar Jakarta, Wagub: Kita Tak Bisa Pilah-pilah

JAKARTA - DPRD DKI Jakarta mengkhawatirkan rencana penetapan tarif integrasi transportasi umum sebesar Rp10 ribu oleh Pemprov DKI nanti justru malah lebih banyak dinikmati oleh warga luar Jakarta daripada warga DKI sendiri.

Menanggapi hal itu, Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria menyebut kebijakan penggunaan transportasi umum, khususnya di Jakarta yang menjadi pusat kawasan aglomerasi Jabodetabek, tak bisa dibuat hanya untuk masyarakat Jakarta sendiri.

"Terlepas yang menikmati tidak semua warga Jakarta, ya kita ini sebangsa dan setanah air tidak bisa dipilah-pilah. Semua yang menggunakan transportasi publik di Jakarta, siapapun latar belakang daerahnya, profesinya, semua diperlakukan sama," kata Riza kepada wartawan, Jumat, 18 Maret.

Lagipula, selama ini, sistem transportasi umum di Jakarta dan kota-kota besar di dunia, pada umumnya, masih disubsidi pemerintah. Sehingga, rencana tarif integrasi transportasi menjadi hal yang wajar.

Lebih lanjut, Riza menegaskan kebijakan yang ditetapkan Pemprov DKI tetap mengutamakan pelayanan yang terbaik bagi warganya sekalipun nantinya subsidi transportasi dikurangi.

"Kami sedang mencari formula yang terbaik agar mengurangi subsidi tetapi tetap memberikan pelayanan terbaik masyarakat," ucap dia.

Diketahui, Pemprov DKI Jakarta berencana untuk mengintegrasikan tarif perjalanan menggunakan transportasi umum, yakni Transjakarta, MRT Jakarta, dan LRT Jakarta dengan nominal Rp10 ribu.

DPRD mempertanyakan nilai manfaat bagi Pemprov DKI maupun masyarakat Jakarta jika tarif transportasi umum diintegrasikan. Mengingat, saat ini besaran tarif transportasi ketiga moda masih ditopang subsidi dari APBD DKI.

Berdasarkan perhitungan Pemprov DKI, tahun 2021 keuntungan Transjakarta, MRT, dan LRT atas pendapatan tiket sebesar Rp292 miliar. Seandainya tarif integrasi telah berlaku, pendapatan ketiga moda akan minus Rp4 miliar.

Ketika pendapatan pengelola transportasi berkurang, otomatis hal itu akan berpengaruh kepada beban subsidi atau public service obligation (PSO) yang diberikan Pemprov DKI.

Yang juga jadi masalah, kata Anggota Komisi B DPRD DKI Manuara Siahaan, apakah Pemprov DKI bisa memastikan bahwa penerima manfaat integrasi transportasi didominasi oleh warga Jakarta.

"Siapa penerima manfaat terbesar PSO ini? Data yang disajikan terlihat bahwa sebetulnya penerima manfaat terbesar adalah orang yang bermukim di luar DKI jakarta. Artinya, jika nanti PSO itu didanai oleh APBD, karena arus yang terbesar nanti dari Jabodetabek," ujar Manuara.