KPU Kaji Opsi Pengurangan Hak Kampanye Paslon Pilkada Pelanggar Protokol COVID-19
JAKARTA - Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) I Dewa Raka Sandi mengatakan KPU sedang merumuskan opsi sanksi bagi pasangan calon kepala daerah yang melanggar protokol kesehatan saat menjalani tahapan Pilkada 2020.
Opsi ini dimasukkan dalam revisi Peraturan KPU Nomor 4 Tahun 2017 mengenai kampanye. Revisi ini sedang dilakukan harmonisasi ke Kementerian Hukum dan HAM. Salah satu ketentuan sanksi yang masuk dalam revisi tersebut adalah pengurangan hak kampanye paslon.
"Sedang dipertimbangkan opsi pengurangan hak kampanye dari segi waktu. Misalnya, dia melanggar jenis kampanye A, bisa jadi selama 3 hari kemudian dia tidak boleh melakukan jenis kampanye itu," kata Dewa dalam diskusi webinar, Senin, 21 September.
KPU juga mempertimbangkan sanksi penghentian kampanye fisik secaca langsung di lokasi ketika peserta kampanye tersebut melanggar protokol pencegahan COVID-19.
"Kalau ada yang tetap melanggar, bisa saja peringatan tertulis, kegiatan kampanyenya yang melanggar itu dihentikan," ujar Dewa.
Baca juga:
Soal penghentian kegiatan kampanye yang melanggar ini, KPU berkoordinasi dengan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) setempat. Kata Dewa, Bawaslu yang menentukan kegiatan tersebut melanggar protokol kesehatan atau tidak.
"Kalau Bawaslu menyatakan ini melanggar, bisa saja berkoordinasi dg kepolisian juga untuk dihentikan. Tetapi bagi yang tidak melanggar tentu harus dilindungi, didorong sesuai dengan haknya," ungkapnya.
Dewa mengaku pihaknya tidak membuka opsi diskualifikasi bagi pasangan calon yang melanggar protokol kesehatan. Sebab, sanksi pembatalan sebagai calon ketika melanggar protokol kesehatan tidak diatur dalam undang-undang.
"Bisa enggak KPU mendiskualifikasi? Saya kira tidak, karena diskualifikasi ini adalah masalah yang sangat prinsip. Tentu, KPU harus mendasarkannya kepada undang-undang," imbuh Dewa.
Pilkada 2020
Pemilihan Kepala Daerah atau Pilkada 2020 akan menjadi spesial dibanding pesta demokrasi yang lain. Pilkada 2020 akan tercatat dalam sejarah karena pesta demokrasi ini diselenggarakan saat Indonesia masih masuk masa darurat penyebaran COVID-19.
Untuk memberikan kepastian hukum terkait pelaksanaan protokol kesehatan dalam penyelenggaraan Pilkada 2020, pemerintah menelurkan peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Nomor 6 Tahun 2020 atau PKPU No 6/2020. Beleid itu berisi aturan penerapan protokol kesehatan pada setiap tahapan Pilkada.
KPU juga menyiapkan simulasi proses pemungutan hingga penghitungan suara di tempat pemungutan suara dengan menerapkan protokol kesehatan pencegahan COVID-19 yang melibatkan Satuan Tugas Penanganan COVID-19. Pada penerapannya, KPU harus mengedepankan penggunaan media digital dalam sosialisasi ataupun kampanye. Selain itu KPU juga membatasi peserta sosialisasi secara tatap muka dan membatasi jumlah massa yang mendampingi proses pendaftaran calon peserta pilkada ke KPU.
Selain penyelenggara, partai politik dan bakal calon yang akan hadir dalam pendaftaran juga diwajibkan untuk menerapkan protokol kesehatan. Salah satu penerapannya antara lain saat penyerahan dokumen pendaftaran bakal pasangan calon Pilkada yang diatur Pasal 49 Ayat (1) PKPU 6/2020.
Dalam beleid itu diatur dokumen yang disampaikan harus dibungkus dengan bahan yang tahan terhadap zat cair. Lalu sebelum diterima petugas, dokumen itu disemprot dahulu dengan cairan disinfektan.
Dalam aturan itu juga petugas penerima dokumen wajib mengenakan alat pelindung diri berupa masker dan sarung tangan sekali pakai. Aturan lainnya: membatasi jumlah orang yang ada di dalam ruangan; dilarang membuat kerumunan; penyampaian dokumen harus berjarak dan antre; seluruh pihak membawa alat tulis masing-masing; menghindari kontak fisik; penyediaan sarana sanitasi yang memadai; dan ruangan tempat kegiatan dijaga kebersihannya.
Selain proses pendaftaran, pelaksanaan kampanye dan pemungutan suara juga dipastikan akan berbeda dari kondisi normal. Pada proses kampanye aturan protokol kesehatan tercantum pada Pasal Pasal 57-64.
Yang paling akan terasa berbeda pada Pilkada 2020 ini adalah, para pasangan calon harus sebisa mungkin membatasi diri bertemu dengan khalayak ramai. Dalam aturan itu juga diatur mengenai diskusi publik yang harus dilakukan di studio Lembaga Penyiaran. Pada pendukung tak diperkenankan hadir pada acara-acara tersebut.
Untuk mewujudkan peraturan tersebut pemerintah telah menambahkan anggaran penyelenggaraan Pilkada 2020. Berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) akhir Agustus lalu, total anggaran pilkada sebesar Rp15,22 triliun. Sementara yang telah dicairkan pemerintah daerah sebanyak Rp12,01 triliun atau 92,05 persen. Sehingga masih ada 7,95 persen atau Rp1,21 triliun yang belum dicairkan.
Jumlah itu sudah termasuk anggaran tambahan sebagai biaya untuk mengantisipasi penyebaran COVID-19. Untuk Komisi Pemilihan Umum (KPU) anggaran ditambahkan sebesar Rp4,7 triliun, Bawaslu Rp478 miliar, dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Rp39 miliar, dengan didukung Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).