Tertekan COVID-19, Pelaku Usaha Mikro Paling Rawan Bangkrut
JAKARTA - Pandemi COVID-19 telah membuat aktivitas ekonomi sosial terganggu, dan yang paling terdampak adalah pelaku usaha. Sebab, akibat pandemi aktivtas sosial dan ekonomi masyarakat dibatasi, omzet menurun sedangkan pengeluaran tetap tinggi.
Direktur Eksekutif CORE Indonesia Mohammad Faisal mengatakan, berdasarkan survei Badan Pusat Statistik (BPS) terkait dampak COVID-19 terhadap pelaku usaha, terdapat tiga sektor usaha yang mengalami tekanan sangat dalam. Sehingga, menyebabkan paling banyak melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK).
Survei ini dilakukan terhadap 34.559 responden pelaku usaha di seluruh Indonesia, pada periode 10 hingga 16 juli. Tiga sektor perusahaan yang paling banyak memberhentikan karyawan dalam waktu singkat adalah manufaktur 18,7 persen, kontruksi 18,6 persen, akomodasi dan makan minuman 17,6 persen.
"Dari hasil survei ini juga ternyata pandemi mempengaruhi pola operasi usaha. Kalau kita melihat sebagian besar perusahaan besar memang masih bisa beroperasi seperti biasa tetapi dari sisi sisanya ada beberapa perusahaan yang sampai berhenti beroperasi atau mengurangi kapasitasnya dan itu signifikan hampir 40 persen," katanya, dalam diskusi virtual, Kamis, 17 September.
Menurut Faisal, yang belum tergambarkan kondisinya dari survei BPS adalah pelaku usaha informal. Khususnya, pelaku usaha mikro karena paling rawan mengalami kebangkrutan. Hal ini karena mereka tak memiliki cadangan modal yang banyak agar bisnisnya bisa terus eksis.
Lebih lanjut, Faisal mengatakan, yang harus menjadi perhatian pemerintah adalah nasib pelaku usaha mikro. Sebab, jumlah pelaku usaha pada sektor ini mencapai 98 persen dari keseluruhan pebisnis UMKM yang ada di Indonesia. Selain itu, sektor ini juga menyerap tenaga kerja sangat besar.
Baca juga:
"Yang belum ter-capture dalam survei BPS adalah mana yang formal dan informal. Karena menurut kami yang lebih rentan adalah mereka yang berada di sektor informal," ucapnya.
Faisal menjelaskan, karakteristik dari pelaku UMKM mikro itu seperti tidak berbadan usaha, tradisional, minim pencatatan keuangan, pemasukannya tidak tetap, mudah berganti-ganti jenis usaha dan tidak familiar dengan perbankan.
"Kita harapkan nanti pentingnya stimulus UMKM untuk yang mikro," tuturnya.
Menurut Faisal, pemberian bantuan kepada pelaku usaha yang diberikan oleh pemerintah tidak boleh disetop dalam waktu dekat. Sebab itu merupakan salah satu cara untuk mencegah mereka masuk ke dalam ancaman kebangkrutan.
"Stimulus usaha harus dipertahankan selama masih ada tekanan ekonomi. Sampai nanti kondisi ekonomi pulih dan ini kita perkirakan sampai tahun depan," katanya.