Ilmuwan Gunakan Tes DNA untuk Melacak Bagaimana Para Penyelundup Gading Beroperasi di Afrika.
JAKARTA - Setiap tahun, sekitar 500 ton gading gajah hasil perburuan dikirim dari Afrika, sebagian besar ke Asia. Perburuan liar adalah ancaman nomor satu bagi gajah hutan Afrika dan gajah sabana Afrika yang terancam punah.
Populasi gajah Afrika menyusut dengan cepat, dengan jumlah yang turun dari sekitar 5 juta gajah seabad yang lalu, menjadi sekitar 415.000 saat ini. Larangan perdagangan gading komersial internasional yang diberlakukan pada tahun 1989 juga tidak menghentikan penurunan.
Namun, sebuah studi baru menawarkan secercah harapan untuk menghentikan perburuan liar di benua itu. Para peneliti telah menggabungkan data DNA gajah dan bukti forensik untuk memetakan operasi perdagangan manusia di seluruh Afrika.
Bekerja sama dengan Kelompok Kerja Interpol untuk Kejahatan Satwa Liar, mereka berharap untuk menutup operasi ilegal ini, seperti melansir Euronews 18 Februari.
Peneliti telah mengambil tes DNA yang dilakukan pada 4.320 gading gajah dari 49 gading yang disita, dengan total 111 ton. Sampel berasal dari 12 negara Afrika dari 2002 hingga 2019, menurut penelitian yang baru-baru ini diterbitkan dalam jurnal 'Nature Human Behavior'.
Mereka telah menggabungkan hasil yang diperoleh dengan bukti forensik seperti catatan telepon, plat nomor, catatan keuangan dan dokumen pengiriman, untuk memetakan operasi perdagangan di seluruh benua dan melacak apa yang mereka gambarkan sebagai "organisasi kriminal transnasional" atau TCO.
"Organisasi kriminal transnasional yang kami coba dapatkan, mereka adalah kuncinya. Karena, begitu gading lepas dari tangan mereka dan keluar dari Afrika, itu menjadi sangat sulit untuk dilacak," ungkap rekan penulis studi Profesor Samuel Wasser dari Universitas Washington.
Studi tersebut telah mengungkapkan, sedikitnya tiga kelompok kriminal utama bertanggung jawab atas penyelundupan sebagian besar gading gajah keluar dari Afrika.
"Jika Anda hanya melihat satu penyitaan itu, Anda hanya memiliki satu blok bukti fisik. Anda tidak perlu mengidentifikasi organisasi kriminal transnasional di balik perdagangan itu," papar Agen Khusus John Brown III dari Kantor Investigasi Keamanan Dalam Negeri, yang telah menangani kejahatan lingkungan selama 25 tahun.
"Tetapi, pekerjaan para ilmuwan yang mengidentifikasi tautan DNA dapat mengingatkan kita pada hubungan antara penyitaan individu," sambung John Brown.
Studi ini telah mengidentifikasi lokasi-lokasi utama di mana gading diburu, dikemas dalam peti kemas, kemudian dipindahkan dengan truk atau kereta api ke kota-kota pelabuhan, dan bagaimana para penyelundup mengubah operasinya dari waktu ke waktu sebagai tanggapan terhadap penegakan hukum.
Diketahui, pusat perdagangan saat ini ada di Kampala, Uganda; Mombasa, Kenya; dan Lome, Togo.
Baca juga:
- Sindir Barat, Presiden Putin Sebut Selalu Ada Alasan untuk Jatuhkan Sanksi Terhadap Rusia
- Waduh, Arsip Nasional AS Sebut Donald Trump Bawa Dokumen Rahasia saat Keluar dari Gedung Putih
- Sebut Presiden Putin Telah Putuskan Serang Ukraina, Presiden Biden: Kami Punya Alasan untuk Percaya
- Menlu AS Khawatirkan Invasi Moskow ke Ukraina di Hadapan PBB, Rusia: Kami Sudah Mengklarifikasi dan Menjelaskannya
Wasser berharap temuan ini akan membantu aparat penegak hukum menargetkan para pemimpin jaringan ini, bukan pemburu tingkat rendah yang dengan mudah digantikan oleh organisasi kriminal.
Untuk diketahui, para pedagang yang menyelundupkan gading juga sering memindahkan barang selundupan lainnya, para peneliti menemukan.
Misalnya, seperempat penyitaan besar sisik trenggiling, hewan yang terancam punah, dicampur dengan gading, misalnya.