Rusia Kirim Pasukan ke Dua Wilayah yang Memisahkan Diri, Pejabat AS Nilai Bukan Invasi Seperti Tahun 2014
JAKARTA - Keputusan Presiden Rusia Vladimir Putin untuk mengirim pasukan yang disebutnya sebagai penjaga damai ke wilayah Ukraina yang memisahkan diri, bukan merupakan invasi lebih lanjut yang akan memicu paket sanksi yang lebih luas, kata seorang pejabat Pemerintahan Presiden Joe Biden kepada Reuters.
Meski demikian, Gedung Putih yakin invasi penuh dapat terjadi kapan saja. Amerika Serikat akan terus melanjutkan diplomasi dengan Rusia sampai "tank meluncur," kata pejabat lain kepada wartawan.
Pengakuan presiden Rusia atas dua wilayah, Donetsk dan Lugansk yang memisahkan diri sebagai wilayah independen dan perintahnya untuk mengirim pasukan, meningkatkan taruhan dengan Barat atas Ukraina.
Gedung Putih mengumumkan setelah pengumuman Presiden Putin, bakal melarang investasi AS di daerah-daerah yang memisahkan diri itu, dengan pejabat yang berbicara kepada wartawan mengatakan langkah-langkah tambahan akan diumumkan pada hari Selasa.
Tetapi, langkah-langkah itu terpisah dari paket sanksi yang lebih luas yang telah dijanjikan Washington untuk diterapkan dengan sekutunya, jika Rusia menginvasi Ukraina.
Pejabat administrasi pertama mengatakan kepada Reuters, pengiriman pasukan Rusia ke wilayah separatis bukanlah penyimpangan dari apa yang telah dilakukan Rusia, itulah sebabnya hal itu tidak memicu sanksi yang lebih luas.
"Ini bukan invasi lebih lanjut karena itu adalah wilayah yang telah mereka duduki," kata pejabat itu, seperti melansir Reuters 22 Februari.
Pejabat yang berbicara kepada wartawan melalui panggilan konferensi mengatakan mengirim pasukan Rusia ke wilayah Donbas di Ukraina timur bukanlah hal baru.
"Pasukan Rusia yang pindah ke Donbas sendiri tidak akan menjadi langkah baru. Rusia telah memiliki pasukan di wilayah Donbas selama delapan tahun terakhir. Mereka saat ini membuat keputusan untuk melakukan ini dengan cara yang lebih terbuka dan terang-terangan," dia berkata.
Diketahui, AS dan negara-negara Barat khawatir Moskow merencanakan serangan baru di Ukraina, setelah mengirim pasukan ke bekas Republik Uni Soviet tersebut pada tahun 2014, untuk mencaplok Semenanjung Krimea.
Amerika Serikat akan terus melakukan pembicaraan diplomatik sampai atau kecuali invasi terjadi, kata pejabat itu.
"Rusia terus meningkatkan krisis yang diciptakannya sejak awal. Kami akan terus mengejar diplomasi sampai tank-tank meluncur, tetapi kami tidak memiliki ilusi tentang apa yang mungkin terjadi selanjutnya."
Untuk diketahui, Presiden Rusia Vladimir Putin mengakui dua wilayah yang memisahkan diri di Ukraina timur sebagai wilayah merdeka pada Senin, memerintahkan tentara Rusia untuk melancarkan apa yang disebut Moskow sebagai operasi penjaga perdamaian ke wilayah itu, mempercepat krisis yang dikhawatirkan Barat dapat memicu perang besar.
Merespon pengakuan ini, Presiden Amerika Serikat hingga Sekjen NATO Jens Stoltenberg menyayangkan langkah Rusia, menyebutnya akan menyulut konflik lain di wilayah tersebut, mengatakan bakal menyiapkan sanksi baru terpisah.
Baca juga:
- Rusia Akui Kemerdekaan Donetsk dan Lugansk, Presiden Biden Tanda Tangani Perintah Larangan Dagang dan Investasi
- Presiden Putin Akui Kemerdekaan Donetsk dan Lugansk, AS hingga Uni Eropa Ramai-ramai Siapkan Sanksi Baru
- Akui Kemerdekaan Wilayah Donetsk dan Lugansk, Presiden Putin Kirim Pasukan ke Ukraina Timur
- Krisis Perbatasan Ukraina-Rusia, Presiden Jokowi: Perang Tidak Boleh Terjadi
Presiden Biden mengeluarkan perintah eksekutif pada hari Senin yang juru bicara Gedung Putih Jen Psaki katakan akan "melarang investasi, perdagangan, dan pembiayaan baru oleh orang-orang AS ke, dari, atau di apa yang disebut wilayah DNR (Republik Rakyat Donetsk) dan LNR (Republik Rakyat Lugansk) Ukraina."
Perintah itu "juga akan memberikan wewenang untuk menjatuhkan sanksi pada siapa pun yang bertekad untuk beroperasi di wilayah Ukraina itu," lanjut Psaki.
"Untuk lebih jelasnya: langkah-langkah ini terpisah dari dan akan menjadi tambahan dari langkah-langkah ekonomi yang cepat dan berat yang telah kami persiapkan dalam koordinasi dengan Sekutu dan mitra jika Rusia menginvasi Ukraina lebih lanjut," paparnya.
Pejabat pemerintah meragukan apakah Presiden Biden, yang pada prinsipnya setuju untuk bertemu dengan Putin jika Rusia tidak menginvasi Ukraina, akan melanjutkan tindakan tersebut mengingat tindakan Moskow.