Jejak Kedermawanan Dorce Gamalama
JAKARTA - Dorce Gamalama memiliki masa lalu yang pelik. Ia hidup sebatang kara. Ibu dan ayahnya meninggal dunia tak berapa lama setelah Dorce lahir. Pengalaman itu membuatnya termotivasi untuk bekerja keras. Dari penjual es mambo hingga kernet bus. Perjuangannya terbalaskan, sekalipun penuh kontroversi (berganti kelamin). Ia menjelma jadi bintang televisi. Sebagai wujud syukur, ia mendirikan sebuah yayasan untuk menampung ratusan anak yatim. Yayasan Dorce Halimatussa'diyah namanya.
Dorce hadir di dunia sebagai seorang laki-laki bernama Dedi Yuliardi Ashadi. Ia lahir dari pasangan Achmad dan Dalifah pada 21 Juli 1963, Solok, Sumatra Barat. Kelahirannya begitu dinantikan oleh kedua orang tuanya. Namun, takdir berkata lain. Dorce tak pernah mengenal wajah ayah maupun ibunya.
Kala Dorce berusia tiga bulan ibunya telah menghadap Sang Khalik. Demikian pula, ayahnya yang mengikuti jejak istrinya menghadap Sang Pencipta saat Dorce baru memasuki usia satu tahun. Alhasil, sedari kecil Dorce diasuh oleh neneknya dengan sederhana, jika tak boleh dikatakan kurang berkecukupan.
Hidup Dorce mulai nelangsa ketika pada usia lima tahun ia bersama neneknya pindah ke Jakarta. Tiap harinya Dorce kecil telah bertarung dengan ganasnya kehidupan. Ia terjun langsung bekerja untuk mendapatkan uang. Sekedar untuk menyambung hidup, pikirnya.
Segala bentuk pekerjaan seadanya ia geluti. Ia pernah bekerja sebagai penjual es mambo, penjual koran, serta kernet bus kota. Beratnya kehidupan itu sempat buat Dorce terjerumus ke dalam dunia shadow. Ia mulai menggunakan obat-obatan terlarang.
“Benar, hampir tak ada yang tertutup pada diri Dorce. Dia yang membuka sendiri kepada wartawan. Dia seperti menyadari masa lalunya adalah bagian yang tak terpisahkan dari keberadaannya sekarang. Masa lalunya adalah bagian dari kekuatannya. Bagian yang teláh memberinya kebanggaan.”
“Dia bangga karena dari cerita masa lalunya kita semua bisa memetik pelajaran berharga. Hidup jujur, mau bekerja keras, tidak neko-neko, apa adanya, peka membantu orang susah, memperhatikan anak yatim, pasti mendapat perhatian khusus dari Allah SWT. Sederhana saja sebenarnya,” ungkap Ilham Bintang dalam buku Mengamati Daun-Daun kecil kehidupan (2007).
Terkenal dan Dermawan
Dorce berhasil keluar dari dunia hitam. Namun, ia menemukan masalah lainnya. Ia ingin menjadi perempuan. Cita-cita itu diungkap Dorce karena ia merasa jiwanya adalah perempuan. Fisiknya saja yang laki-laki.
Pada era 1970-an, ia melakukan tindakan berani yang memicu kontroversi. Ia bersedia melakukan operasi berganti kelamin. Operasi itu dilakukan setelah berdiskusi panjang dengan banyak pihak dari ragam kalangan.
Niatan Dorce berganti kelamin sempat membuat geger se-Indonesia. Sebab, sebelumnya masih jarang seorang pria yang melakukan operasi pergantian kelamin menjadi wanita. Konon, Dorce adalah orang Indonesia kedua yang melakoni operasi itu.
Di sisi lainnya, pergantian kelamin itu membukakan Dorce pada pintu kesuksesan. Kariernya moncer sebagai entertainer sejati: penyanyi, pelawak, serta presenter.
Kesuksesan yang diraihnya tak membuat Dorce gelap mata. Ia sadar bahwa segala macam harta dan nyawa adalah titipan dari yang maha kuasa. Karenanya, setiap pundi-pundi pendapatannya dari dunia hiburan diarahkan pada sebuah misi mulia. Misi itu adalah memberdayakan anak-anak yatim. Medium yang dipilihnya adalah sebuah yayayan. Yayasan Dorce Halimatussa'diyah, namanya.
Pembangunan yayasan itu dikarenakan mirip masa kecilnya sebagai anak yatim piatu. Ia tak ingin anak-anak lainnya bernasib sama sepertinya. Yang mana, merasakan pahitnya hidup dengan bekerja serabutan dan dekat dengan dunia hitam. Ia menyebutnya masa lalu sebagai dendam. Sebuah dendam yang harusnya dibalas tuntas dengan memberdayakan anak yatim lainnya.
“Kita tak mungkin bisa berbuat kebaikan dengan tulus jika hati dipenuhi dendam. Tidak mungkin. Jika aku seorang pendendam, pasti aku tak akan mendirikan Yayasan Dorce Halimatussa’diyah. Mungkin aku akan lebih suka berpesta pora. Memuaskan diri dengan segala kesenangan duniawi atau berfoya-foya apa saja,” tutup Dorce dalam buku Aku Perempuan: Jalan Berliku Seorang Dorce Gamalama (2005).
*Baca Informasi lain soal SEJARAH atau baca tulisan menarik lain dari Detha Arya Tifada.
Baca juga: