Bagikan:

JAKARTA - Pembelian 42 pesawat tempur Rafale pada 10 Februari 2022 menandai babak baru hubungan bilateral antara Indonesia dan Prancis. Dassault Aviation sebagai pembuat Rafale untuk kali pertama menggarap proyek Pemerintah Indonesia. Namun perusahaan Prancis manakah yang menjadi pionir pengerjaan Proyek Strategis Nasional (PSN) Indonesia?

Compagnie Francaise d’Entreprise (CFE) adalah perusahaan Prancis pertama yang menggarap proyek nasional. Pada tahun 1957 CFE mendapatkan garapan proyek membangun bendungan yang pertama kali dibuat oleh Pemerintah Indonesia, yaitu Bendungan Jatiluhur di Purwakarta, Jawa Barat. Presiden Soekarno mengawali peletakan batu pertama proyek ini.

Menyandang nama resmi Bendungan Juanda, Jatiluhur yang membendung Sungai Citarum merupakan bendungan terbesar di Indonesia. Bendungan Jatiluhur menghasilkan waduk atau danau buatan seluas 83 km2,, dengan keliling mencapai 150 km.

CFE, perusahaan yang merupakan bagian dari korporasi usaha Suez Grup, didirikan tahun 1956 atau setahun sebelum mendapatkan proyek pembangunan Bendungan Jatiluhur. CFE tidak pernah menyelesaikan pembangunan Bendungan Jatiluhur, dan menarik diri setelah terjadi kekacauan politik di Indonesia tahun 1965 yang ditandai dengan kejatuhan Presiden Soekarno. Penyelesaian Bendungan Jatiluhur akhirnya dilakukan Pemerintah Indonesia secara swadaya, sebelum akhirnya diserahkan kepada Perum Otorita Jatiluhur pada 1970.

Waduk Jatiuhur. (Foto: tripadvisor)

Bendungan Jatiluhur diresmikan oleh Presiden Soeharto pada 26 Agustus 1967. Total biaya yang dihabiskan untuk membangun bendungan tersebut selama 10 tahun adalah 230 juta dolar AS, atau sekitar Rp3,3 triliun menurut nilai tukar sekarang.

Menurut Francois Raillon, penulis Prancis yang banyak membahas soal Indonesia, peran CFE dalam pembangunan Bendungan Jatiluhur merupakan terobosan pertama yang dilakukan perusahaan Prancis di Indonesia.

“Menurut sejarah, dimulai pada tahun 1960 dengan pembangunan Bendungan Jatiluhur di Jawa Barat. Itu dilaporkan sebagai terobosan pertama perusahaan Prancis. Kontrak tersebut menandai tren baru bisnis besar Prancis di Indonesia,” tulis Raillon dalam artikel berjudul Communautés Expatriées, Entre France et Indonésie (Komunitas Ekspatriat, Antara Prancis dan Indonesia) yang diterbitkan tahun 1997.

Perekrutan Orang Jawa dari Kaledonia Baru

Salah satu hal menarik dari pembangunan Bendungan Jatiluhur oleh perusahaan Prancis adalah, perekrutkan orang-orang Jawa dari Kaledonia Baru untuk menjadi tenaga kerja di proyek CFE tersebut. Orang-orang Jawa yang sejak akhir 1800-an menjadi pekerja perkebunan, pertambangan maupun rumah tangga di Kaledonia Baru karena perjanjian Belanda dan Prancis, jadi punya kesempatan untuk menengok tanah leluhur mereka.

Setelah rezim Presiden Soeharto berkuasa dan investasi Prancis semakin mengalir ke Indonesia, para pekerja keturunan Jawa dari Kaledonia Baru tersebut semakin mendapatkan peluang. Berbekal kemampuan berbahasa Prancis yang fasih, mereka banyak bekerja di perusahaan Prancis, konsulat, kedutaan, sekolah-sekolah, atau industri pariwisata yang meledak di awal tahun 1970-an.

Presiden Soeharto (kiri) dan Ibu Tien meresmikan Bendungan Jatiluhur. (Foto: Dok. ANRI)

“Dengan pengetahuan bahasa dan mentalitas Prancis, cukup banyak dari mereka yang telah berhasil mendapatkan pekerjaan di perusahaan Spies-Batignolles, yang telah memperoleh kontrak untuk membangun bendungan Jatiluhur,” seperti ditulis oleh Jean Luc-Maurer dalam artikel Les Javanais de Nouvelle-Calédonie : Des Affres de l'exil Aux Aléas de l'intégration (Orang Jawa Kaledonia Baru: Dari Kengerian Pengasingan Hingga Keanehan Integrasi), yang diterbitkan tahun 2002.

CFE Pailit

Koran Le Monde terbitan 3 Juni 1974 memuat artikel soal perusahaan CFE. Disebutkan dalam artikel tersebut, CFE mengalami kerugian besar sehingga terpaksa melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Tidak disebutkan, apakah PHK tersebut karena proyek pembangunan Bendungan Jatiluhur yang tidak mampu diselesaikan.

“Compagnie Française d'Entreprises akan mempekerjakan hanya 804 orang pada akhir 1974, bukan lagi 3.000 seperti pada November 1973,” tulis Le Monde.

Keputusan tersebut diprotes oleh serikat pekerja perusahaan tersebut. Mereka akan mengintervensi inspektorat tenaga kerja, dan beraudiensi dengan Menteri Tenaga Kerja Prancis saat itu, Michel Durafour. Masih menurut laporan Le Monde, CFE dalam empat tahun terakhir mengalami kerugian hingga 110 juta franc, atau setara Rp272 miliar saat ini.

Pesawat tempur Rafale, menandai keterlibatan termutakhir Prancis dalam Proyek Strategis Nasional Indonesia. (Foto: Air Force-Technology)

Setelah CFE merintis jalan dengan proyek Bendungan Jatiluhur, pada masa selanjutnya banyak perusahaan Prancis yang mengerjakan proyek-proyek raksasa di Indonesia. Sebutlah di antaranya: Alcatel yang mengerjakan proyek jaringan GSM, Arianespace dengan peluncuran Satelit Palapa, Bouygues yang menggarap 11 gedung pencakar langit di Jakarta, Bull yang mengerjakan proyek komputerisasi Badan Kepegawaian Negara (BKN), dan France Telecom yang bekerjasama dengan Astra membangun 500 ribu saluran telepon di Sumatera.

Masih banyak lagi perusahaan Prancis yang memiliki bisnis besar di Indonesia, yang kebanyakan diinvestasikan pada sektor industri padat modal. Diawali CFE dengan Bendungan Jatiluhur pada 1957 dengan nilai Rp3,3 triliun, kini tahun 2022 Dassault Aviation sukses mengeruk 8,1 miliar dolar AS atau sekitar Rp116 triliun untuk Proyek Strategis Nasional pengadaan 42 pesawat tempur Rafale.