Kemacetan DKI Jakarta Menurun: Kini Peringkat 46 Kota Termacet di Dunia, Ini salah Satu Faktornya
JAKARTA - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan membagikan informasi penurunan peringkat kemacetan tersebut melalui akun Instagram story @aniesbaswedan, Kamis 10 Februari 2022. Anies mengunggah ulang postingan @dkijakarta yang mengunggah data tersebut. Data tentang kemacetan itu berdasarkan pengukuran yang dilakukan oleh TomTom Traffic Index. Tertulis bahwa saat ini Jakarta berada di peringkat 46 dari total 404 kota yang diukur.
Berikut data kemacetan Jakarta sejak 2017-2021:
2017: tingkat kemacetan 61 persen, posisi 4 kategori kota termacet di dunia
2018: tingkat kemacetan 53 persen, dan berada posisi 7
2019: tingkat kemacetan 53 persen, dan berada di posisi 10
2020: tingkat kemacetan 36 persen, dan berada di posisi ke 31
2021: tingkat kemacetan 34 persen, dan berada di posisi ke 46.
Dilihat dari laman resminya, pemaparan data TomTom Traffic Index menyebutkan saat ini Jakarta berada pada peringkat 46 dari total 404 kota pada tahun 2021. Pada tahun 2020, Jakarta berada pada peringkat 31 sebagai kota termacet di dunia. Angka tingkat kemacetan Jakarta ini berkurang 2 persen dari tahun 2020 dan menurun 19 persen dari tahun 2019.
Dari survei yang sama, Jakarta pernah masuk dalam 10 besar kota termacet sedunia. DKI menempati peringkat 4 kota termacet pada tahun 2017, lalu peringkat 4 pada tahun 2018. Jakarta disebut mengalami perbaikan kemacetan dari tahun sebelumnya, 2020. Dalam laman lembaga internasional itu disebutkan pandemi COVID-19 menjadi penyebab atau faktor utama yang menurunkan tingkat kemacetan kota-kota besar di dunia, termasuk Jakarta.
Dikutip dari CNBC Indonesia (Senin,14 Februari 2022), menurut pakar transportasi Universitas Indonesia Ellen Tangkudung. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Badan Penyelenggara Transportasi Jakarta tentu bisa mengambil pola pergerakan warga dan menyusunnya untuk membuat pendekatan baru pascapandemi COVID-19.
“Analisis data mengungkapkan penurunan drastis ini karena adanya kebijakan bekerja dan bersekolah dari rumah. Juga pembatasan jumlah atau jalur angkutan umum," katanya.
Faktor Penyebab
TomTom Traffic Index juga mencatat situasi termacet Jakarta terjadi bulan Februari 2020 dengan angka 60 persen. Sejak Maret, berbarengan dengan penerapan PSBB fase pertama, angka kemacetan menurun signifikan. Jumlah terendah terjadi bulan April, yaitu 11 persen. Kemacetan naik lagi per Mei seiring dengan pelonggaran PSBB. Akan tetapi, angka rata-rata sampai bulan Desember tidak pernah mencapai 40 persen.
Sejak tahun 1990-an begitu banyak berita tentang begitu macetnya kota Jakarta. Solusi yang diambil saat itu adalah membangun jalan layang (flyover) dan jalan bawah tanah (underpass) serta jalan tol. Namun penambahan ruas jalan tetap tidak bisa mengimbangi pertambahan jumlah kendaraan pribadi .
Pada tahun 1990-an pernah diterapkan aturan three in one (satu mobil wajib minimal tiga penumpang). Namun, yang terjadi kemudian, tak sedikit pengendara mobil menyiasati peraturan itu dengan menyewa joki three in one yang menawarkan jasanya di pinggir jalan protokol.
Pembatasan jumlah kendaraan, terkini dengan aturan pelat ganjil genap, juga belum efektif mengatasi kemacetan. Terbukti sesuai data TomTom pada Februari 2020, ketika belum masuk masa pandemi, jalanan Jakarta masih macet.
Pakar tata kota Universitas Trisakti, Nirwono Joga mengatakan masa PSBB dan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) harus dimanfaatkan pemerintah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi untuk membenahi kehidupan perkotaan. Saat ini, dengan alasan kesehatan, warga yang masih harus pergi bekerja memilih memakai kendaraan pribadi guna menghindari risiko terkena virus korona jenis baru.
"Jangan sampai kebiasaan ini berlanjut ketika pandemi sudah tertangani karena bisa mengakibatkan masalah kemacetan yang lebih buruk daripada tahun 2019," katanya.
Sambil menunggu pandemi sepenuhnya diatasi, ini kesempatan terbaik bagi pemerintah DKI Jakarta beserta pemerintah di Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Bodetabek) untuk memperbaiki kehidupan warga, salah satunya dengan membenahi lalu lintasnya.
Jika masalah-masalah ini tak segera diatasi, kesempatan untuk membenahi lalu lintas Ibu Kota di tengah pandemi bakal hilang percuma. Andai itu terjadi, Jakarta lagi-lagi masuk daftar 10 besar kota termacet di dunia.
Baca juga:
- Perjuangan Novak Djokovic: Seorang Diri Menghadapi Pandemi COVID-19 Lewat Cara yang Dia Yakini Benar
- Kurikulum Merdeka dan Kurikulum-Kurikulum Lain yang Pernah Dipakai di Indonesia, Apa Bedanya?
- Pembelian Pesawat Tempur Rafale dan F-15 EX: Indonesia Bayar Sangat Mahal untuk Lolos dari Embargo Amerika Serikat
- Menemukan Belahan Jiwa di Aplikasi Kencan: Dari Virtual Turun ke Hati, Amankah?