Perjuangan Novak Djokovic: Seorang Diri Menghadapi Pandemi COVID-19 Lewat Cara yang Dia Yakini Benar
Novak Djokovic melampiaskan kegembiraan usai mengalahkan Jo-Wilfried Tsonga dalam semifinal Wimbledon 2011 yang membawanya menjadi petenis nomor satu dunia. (Foto: Wikipedia)

Bagikan:

JAKARTA - Penolakan Novak Djokovic terhadap vaksin COVID-19 adalah perjuangan seorang diri tanpa henti. Sikapnya yang kukuh tidak mau divaksin harus dibayar mahal, dengan dideportasi dari Australia yang mengakibatkan petenis asal Serbia itu kehilangan kesempatan bertanding di turnamen Grand Slam Australian Open 2022.

Pengusiran Djokovic dari Autralia menjadi berita besar di mana-mana. Maklum, dia adalah petenis peringkat pertama dunia. Dan bagi negaranya, Serbia, Djokovic ibarat dewa. Dia sangat dipuja di sana.

Bukan datang dari keluarga kaya raya, pria kelahiran Beograd 22 Mei 1987 ini berjuang luar biasa keras untuk mendapatkan posisi sebagai atlet papan atas saat ini. Orang tuanya harus menjual harta benda dan berutang untuk mendanai ambisi anak sulung dari tiga bersaudara itu.

Pelatih pertamanya, Jelena Gencic yang menangani Djokovic saat mulai berlatih tenis di usia 4 tahun berkata: “Dia adalah petenis paling berbakat yang pernah saya lihat, setelah Monica Seles.”

Novak Djokovic bersama istrinya yang sudah dia pacari sejak SMA, Jelena. (Foto: Instagram/@jelenadjokovicndf)

Karier profesional Djokovic dimulai pada 2003 dengan mengikuti serangkaian turnamen ATP Tour. Saat itu, Roger Federer dan Rafael Nadal sudah lebih dahulu terkenal, dan mendominasi persaingan tenis putra dunia. Autralian Open 2005 adalah kesempatan pertama Djokovic tampil di turnamen kategori grand slam. Kiprahnya terhenti di babak pertama, setelah dikalahkan petenis Rusia, Marat Safin.

Gelar juara ATP pertama Djokovic diraih dalam turnamen Belanda Terbuka 2006. Prestasinya terus melaju, hingga akhirnya memenangi gelar grand slam pertamanya. Djokovic mendapatkan gelar juara grand slam di turnamen Australian Open 2008, setalah mengalahkan Jo-Wilfried Tsonga dari Prancis dalam laga empat set. Itulah kali pertama gelar juara grand slam sejak Australian Open 2005 tidak dimenangi Federer atau pun Nadal.

Persinggungan dengan COVID-19

Djokovic pertama kali terinfeksi COVID-19 pada Juni 2020. Dia seperti membuat antiteori, dengan menggelar sebuah turnamen hura-hura bernama Adria Tour di Beograd, kota kelahirannya di saat dunia sedang dicekam pandemi COVID-19 pada 2020 . Tak hanya turnamen tenis, dia juga menggelar pesta di sebuah klub malam yang ditengarai sebagai penyebab dirinya terpapar.

Taka ada pembatasan jarak dalam turnamen tersebut. Pemakaian masker pun bukan sebuah kewajiban. Pemain bebas sebebas-besanya berbaur. Berpelukan, bersalaman, main sepak bola, tanding basket, bahkan menari limbo dalam sebuah pesta.

Tur tenis itu berlanjut ke Zadar, Kroasia. Tidak ada protokol COVID-19 yang diterapkan di sana, semua bebas seolah-olah suasana sedang normal tak ada pandemi. Sampai akhirnya Grigor Dimitrov, petenis top Bulgaria yang ikut serta, mengeluh dirinya kurang enak badan.

Berswafoto ria bersama rekan-rekan petenis di Adria Tour 2020 yang menggemparkan dunia. (Foto: firstsportz.com)

Tak ayal virus pun menyebar. Dimitrov menyeret Djokovic dan istrinya Jelena terpapar. Ada juga Borna Coric dan Viktor Troicki, dua petenis asal Kroasia dan beberapa orang lagi yang terlibat dalam turnamen eksebisi Adria Tour itu.

“Saya sangat menyesal turnamen yang kami gelar ternyata menyebabkan kerugian,” kata Djokovic dalam akun twitternya saat itu.

Meskipun begitu, Djokovic menyangkal kalau dia melanggar aturan. Otoritas Beograd memang tidak mengharuskan pemberlakuan protokol kesehatan, yang seharusnya diharuskan pada saat pandemi COVID-19. Adria Tour yang seharusnya dilanjutkan ke Bosnia Herzegovina akhirnya dihentikan gara-gara menyebarkan COVID-19.

Tak urung beberapa pemain dunia mengkritik keputusan Djokovic menggelar Adria Tour. Tindakannya itu tidak hanya membahayakan kesehatan masyarakat, namun juga membawa pesan yang salah kepada dunia.

“Pertunjukkan horror. Dalam situasi seperti ini meskipun Anda tinggal di Kutub Utara, tidak selayaknya Anda bepergian dan menggelar pesta lantas mengunggahnya di Instagram,” ujar Bruno Soares, petenis asal Brasil dalam wawancara dengan GloboEsporte.

Percaya Penyembuhan Alami

Sikap Djokovic terhadap pandemi COVID-19 terlihat ambigu. Di satu sisi dia anti, di sisi lain menyarakan orang lain untuk patuh pada protoko kesehatan. Pada April 2020 dia dengan lantang mengatakan ebih baik tidak divaksinasi. Dia seperti melakukan ekperimen untuk mengetahui daya tahan tubuhnya terhadap serbuan virus baru tersebut.

Djokovic lebih percaya pada khasiat molekul air untuk menangkal virus COVID-19 ketimbang vaksinasi. Dan pendapat itu dia sampaikan secara terbuka di siniarnya. Sebagai penganut Kristen Ortodoks Serbia, Djokovic dikenal fanatik. Gereja Ortodoks Serbia menganugerahinya gelar Ordo Santo Sava I, yang merupakan penghargaan tertinggi dari gereja tersebut atas aksi sosial Djokovic kepada biara-biara di Kosovo dan karya amal di Serbia.

Toh semua tindakan itu tak mampu menghindarkan Djokovic dari COVID-19. Pada 17 Desember 2021 lagi-lagi dia terpapar setelah hasil tes PCR yang dia lakukan menjukkan positif. Namun sekali lagi kondisi itu tak lantas membuatnya bersedia divaksin. Djokovic bahkan menolak menjalani isolasi, meskipun hasil tes PCR yang dia lakukan adalah positif.

Novak Djokovic berdansa limbo dalam sebuah pesta yang digelar di sela-sela Adria Tour 2020. (Foto: Instagram/@majamalnar)

Sampai akhirnya puncak pertentangan Djokovic dengan COVID-19 terjadi di Mebourne menjelang Australian Open 2022. Visanya ditolak otoritas Australia, meskipun dia sudah mendapatkan izin khusus dari panitia. Pahlawan Serbia itu diperlakukan tidak hormat dengan dijebloskan ke tahanan imigrasi, untuk selanjutnya dideportasi.

“Itu memang harga yang harus saya bayar. Saya lebih baik kehilangan kesempatan menjadi juara grand slam ketimbang harus divaksin. Prinsip pengambilan keputusan untuk tubuh saya lebih penting dibandingkan gelar apapun,” kata Djokovic dalam wawancara dengan BBC, Selasa 15 Februari 2022.

Novak Djokovic di dalam mobil saat dideportasi dari Australia pada Januari 2022. (Foto: BBC)

Djokovic berkeras bahwa dia tidak melanggar aturan apapun dalam keimigrasian Australia. Dia pun menyangkal kalau telah berbohong dalam pengisian deklarasi visa. Intinya, visa Djokovic untuk masuk Australia sebenarnya tidak bermasalah.

“Saya tidak pernah berkampanye antivaksin, atau mempengaruhi orang agar menolak vaksin. Tetapi saya menjunjung tinggi kebebasan untuk memilih benda apa yang boleh dimasukkan ke tubuh seseorang. Saya sungguh paham bagaimana dunia berjuang keras untuk mengatasi virus ini, dan saya pun berharap ini segera berakhir. Yang perlu publik ketahui soal alasan pengusiran saya dari Australia adalah, Menteri Imigrasi menggunakan hak diskresinya untuk membatalkan visa saya karena menurut persepsi dia saya melakukan semacam kampanye antivaksin di Australia. Persepsi itu tegas-tegas saya tolak,” kata Djokovic lagi.

Begitulah perjuangan Novak Djokovic, seorang diri menghadapi pandemi COVID-19 dengan segala risiko yang siap dia tanggung.