LPSK Dorong Korban Pinjol Jangan Takut Melapor ke Polisi, Ingin Minta Perlindungan Tinggal Ajukan Permohonan
JAKARTA - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mendorong para korban pinjaman online (pinjol) ilegal tidak enggan melapor pada pihak kepolisian dan mengajukan permohonan pelindungan kepada LPSK. Tentu saja, permohonan perlindungan perlu melengkapi persyaratan yang ditentukan.
"Masyarakat yang menjadi korban pinjol ilegal jangan takut, tetap tenang, catat, dan datakan semua bentuk ancaman yang dialami. Jangan enggan untuk melapor kepada kepolisian. Ajukan permohonan pelindungan ke LPSK dengan melengkapi persyaratan yang ditentukan," kata Wakil Ketua LPSK Achmadi dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Antara, Kamis, 27 Januari.
Persyaratan tersebut, kata dia, meliputi identitas pemohon, kronologi kejadian, dan tanda bukti laporan polisi. Imbauan tersebut muncul berdasarkan hasil pendalaman pihaknya terhadap catatan permohonan perlindungan dan konsultasi terkait dengan pinjaman online ilegal yang diterima LPSK sejak Oktober sampai Desember 2021.
Dalam catatan itu, ditemukan 141 permohonan perlindungan dan konsultasi terkait dengan pinjaman online ilegal ke LPSK yang berasal dari 19 provinsi di Indonesia.
Permohonan perlindungan dan konsultasi terbanyak berasal dari Jawa Barat sebanyak 24 permohonan, sebanyak 12 permohonan dari Banten, 9 dari DKI Jakarta, dan sisanya berasal dari daerah lain.
"Dari 141 data yang disampaikan tersebut, sebanyak 108 bersifat konsultasi melalui layanan WhatsApp dan e-mail LPSK. Sisanya, sebanyak 33 merupakan permohonan perlindungan," kata Achmadi.
Ia menyampaikan hasil pendalaman terhadap catatan itu menunjukkan bahwa LPSK menghadapi empat tantangan saat memberikan perlindungan bagi korban pinjaman online ilegal.
Pertama adalah korban tidak melaporkan kepada pihak kepolisian, padahal kasus pinjol ilegal sudah menjadi atensi pemerintah, termasuk kepolisian, dan perlindungan dari LPSK pun dapat diberikan terhadap saksi dan korban dalam proses peradilan pidana.
"Kedua, korban kurang kooperatif. Setelah mengajukan permohonan ke LPSK, sebagian pemohon tidak bisa dihubungi atau tidak merespons petugas LPSK, baik menggunakan sambungan telepon, WhatsApp, e-mail, maupun surat," ujar Achmadi.
Ketiga adalah korban tidak melengkapi persyaratan permohonan perlindungan, padahal syarat tersebut sederhana, seperti yang telah dipaparkannya.
Tantangan yang keempat adalah beberapa pemohon sudah tidak memiliki data pendukung. "Data pendukung berupa informasi terkait ancaman sudah dihapus oleh pemohon karena cemas, kesal, dan telah mengganti perangkat atau nomor ponsel mereka," kata Achmadi.
Baca juga:
- Hasil Pemeriksaan Polda Metro, Pinjol Ilegal di PIK 2 Menagih Utang Tanpa Ancaman
- Manager Pinjol Ilegal di PIK 2 Jadi Tersangka, Terancam Hukuman 12 Tahun Penjara
- Fakta Menyedihkan Pinjol Ilegal PIK 2 yang Digerebek, Karyawannya Digaji Rp3 Juta dengan Durasi Kerja 10 Jam/Hari
- Tabrakan dengan Bus Gunung Harta di Situbondo, Pengendara Motor Tewas Terseret Sejauh 15 Meter
Ia pun mengimbau para korban pinjaman online ilegal untuk mencantumkan nomor kontak yang telah dipastikan dapat dihubungi oleh petugas LPSK.
"Sampaikan keterangan atau informasi yang diminta petugas LPSK, baik melalui telepon, WhatsApp di 085770010048, e-mail di lpsk_ri@lpsk.go.id, aplikasi android, yaitu Permohonan Perlindungan LPSK, maupun surat," kata dia.
Achmadi memandang penanganan dan pemberian perlindungan bagi para korban pinjol ilegal membutuhkan koordinasi dan sinergi di antara pelapor, penyidik, LPSK, serta pihak terkait lainnya.