Awas! DPD Ingatkan Bunga Utang Sudah Naik Dua Kali Lipat jadi Rp405 Triliun Tahun Ini
JAKARTA - Wakil Ketua Komite IV DPD RI Sukriyanto mengingatkan pemerintah melalui Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani untuk terus meningkatkan pengelolaan keuangan negara secara bijak dan cermat. Menurut Sukriyanto, salah satu yang menjadi sorotan DPD adalah soal pengelolaan utang negara.
Dalam catatannya, besaran utang pemerintah terus melonjak dari tahun ke tahun. Hal itu kemudian dikhawatirkan bakal membebani APBN karena masih harus menanggung beban bunga yang ikut meningkat.
“Rasio pembiayaan bunga utang pemerintah terhadap total belanja pemerintah pusat menunjukan tren peningkatan pada APBN 2022,” ujarnya saat menggelar rapat kerja dengan Menkeu di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta hari ini Senin, 24 Januari.
Sukriyanto mengungkapkan, bahwa pada periode 2022 pembayaran bunga utang pemerintah ditargetkan sebesar Rp405,86 triliun atau 20,87 persen dari total belanja pemerintah pusat.
Baca juga:
- Bandara Halim Ditutup, Bagaimana Nasib Jet Pribadi Milik Orang Super Kaya? Begini Pengaturan AP II
- Momen Kocak Sri Mulyani Tirukan Dialog Layangan Putus di Raja Ampat: It’s My Dream Mas, Not Hers!
- Heboh 'Macan jadi Meong', Yuk Intip Belanja Kemenhan Pimpinan Prabowo yang Habiskan Rp124 Triliun Tahun Lalu
Secara terperinci, dia menjelaskan jika pembayaran bunga utang pemerintah tersebut terdiri dari Rp393,6 triliun pembayaran bunga utang dalam negeri. Jumlah itu setara dengan 97 persen dari keseluruhan kewajiban. Sementara untuk 3 persen lainnya atau Rp12,17 triliun merupakan pembayaran bunga utang dalam negeri.
“Pembayaran bunga utang tersebut meningkat lebih dari dua kali lipat dibanding periode 2015 yang sebesar Rp156 triliun atau 13,8 persen dari total belanja pemerintah pusat saat itu,” tegasnya.
Asal tahu saja, pada tahun lalu pendapatan negara dalam APBN 2021 tercatat sebesar Rp2.003,1 triliun. Dari jumlah ini, 20 persen di antaranya bakal digunakan pemerintah untuk membayar bunga utang di 2022. Otomatis ruang fiskal tahun ini bakal semakin semakin terbatas. Terlebih, nilai tersebut belum termasuk dari pokok utang yang menjadi kewajiban.