JAKARTA – Bank Indonesia (BI) diketahui tengah menggelar Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada pekan ini, yakni 21-22 Juni guna membahas kondisi moneter terkini. Salah satu poin penting dalam pembahasan adalah penetapan suku bunga acuan atau BI rate yang menjadi patokan level interest di dalam negeri.
Hal itu terungkap dalam jadwal tetap Bank Indonesia untuk 2022 yang telah dilansir sejak penghujung tahun lalu.
“BI menetapkan jadwal Rapat Dewan Gubernur Bulanan sepanjang tahun 2022 sebagai bagian dari transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan tugasnya, khususnya dalam proses perumusan dan penetapan bauran kebijakan,” kata BI dalam rilisnya beberapa waktu lalu.
Lantas bagaimana proyeksi kebijakan bank sentral kali ini?
Dalam RDG terakhir Mei 2022, otoritas moneter memilih untuk mempertahankan suku bunga acuan di level 3,50 persen. Angka tersebut telah dipertahankan BI sejak 2020 sebagai respon atas kondisi pandemi yang terjadi saat ini. Selain itu, BI rate 3,50 persen adalah level terendah sepanjang sejarah bank sentral.
Lebih lanjut, keputusan Bank Indonesia mempertahankan suku bunga acuan bulan lalu didasarkan pada besaran inflasi di dalam negeri yang dianggap masih terkendali dalam kisaran 3 persen plus minus 1 persen.
“Ini sejalan dengan upaya menjaga stabilitas nilai tukar, serta tetap mendorong pertumbuhan ekonomi, di tengah tingginya tekanan eksternal terkait dengan ketegangan geopolitik Rusia-Ukraina serta percepatan normalisasi kebijakan moneter di berbagai negara maju dan berkembang,” kata Gubernur BI Perry Warjiyo.
BACA JUGA:
Arah peningkatan suku bunga sebenarnya sudah terlihat dari langkah bank sentral dalam melakukan percepatan normalisasi kebijakan likuiditas melalui kenaikan Giro Wajib Minimum (GWM) rupiah secara bertahap.
Selain mempengaruhi suku bunga perbankan, baik simpanan maupun kredit, BI rate juga berimplikasi terhadap besaran beban bunga yang harus ditanggung pemerintah. Seperti diketahui, pemerintah mendapatkan gelontoran pembiayaan Bank Indonesia melalui skema burden sharing guna membiayai APBN.
VOI mencatat, kolaborasi pemerintah dan Bank Indonesia tertuang dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) antara Menteri Keuangan dan Gubernur BI. SKB ini mulai berlaku pada 2020 lalu dengan komitmen pembiayaan dari BI ke APBN sebesar Rp473,42 triliun.
Kemudian SKB II untuk periode 2021 dengan realisasi sekitar Rp201 triliun. Lalu di SKB III pada tahun ini, otoritas moneter merencanakan pembelian Surat Berharga Negara senilai Rp224 triliun.
Dari informasi yang dihimpun redaksi, setiap kali bank sentral menaikan suku bunga sebesar 0,25 persen atau 25 basis poin, maka beban utang pemerintah diperkirakan bakal naik sebesar Rp33 triliun. Adapun, estimasi pembayaran bunga utang pada sepanjang tahun ini dipercaya tembus Rp405 triliun atau setara 15 persen dari belanja negara yang berjumlah Rp2.714 triliun.