Usul Penambahan Masa Jabatan Presiden, Pengamat: Bahlil Memanfaatkan atau Dimanfaatkan?

JAKARTA - Pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul, M. Jamiluddin Ritonga, turut menanggapi pernyataan Menteri Investasi/Kepala BKPM, Bahlil Lahadalia yang menyebut dunia usaha menginginkan Pilpres 2024 diundur menjadi 2027 dengan alasan pemulihan ekonomi akibat pandemi. 

Menurutnya, keinginan para pebisnis menambah masa jabatan Presiden Joko Widodo dapat dimaknai sebagai upaya justifikasi atau pembenaran. 

"Suara pebisnis akan digunakan sebagai pembenaran adanya arus bawah yang menginginkan Jokowi sebagai sosok yang mampu memulihkan ekonomi Indonesia di era pandemi COVID-19," ujar Jamiluddin, Kamis, 13 Januari. 

Untuk itu, lanjutnya, Menteri Bahlil seolah-olah menjadi penyambung lidah para pebisnis untuk menyampaikan aspirasinya. Di sini, kata Jamiluddin, belum jelas apakah Bahlil memanfaatkan atau dimanfaatkan para pebisnis menjadi corong menyampaikan aspirasi politiknya.

"Kalau Bahlil memanfaatkan para pebisnis, berarti inisiatif penambahan masa jabatan presiden datang dari dirinya. Para pebisnis dikondisikan untuk menyampaikan aspirasi tersebut kepadanya kemudian meneruskannya kepada Jokowi dan legislatif secara langsung atau melalui media massa," jelas Jamiluddin. 

 

Sebaliknya, kata Jamiluddin, bisa saja Bahlil Lahadalia dimanfaatkan oleh para pebisnis untuk menyampaikan aspirasinya kepada Jokowi dan legislatif. 

 

"Di sini Bahlil rela dimanfaatkan menjadi juru bicara para pebisnis meskipun hal itu bukan tugas dan fungsinya sebagai Menteri Investasi," katanya. 

"Padahal Bahlil tahu, hal itu tidak dimungkinkan oleh konstitusi Indonesia. Namun ia tetap menyuarakan hal itu agar apa yang disampaikannya dapat menjadi pendapat umum," sambungnya. 

Menurut Jamiluddin, berbekal pendapat umum palsu inilah yang dikhawatirkan akan dijadikan pembenaran untuk mengamandemen konstitusi. Cara-cara seperti ini, kata dia, banyak dilakukan di negara demokrasi dimana para oligarki sangat berperan.

"Para oligarki lihai membentuk pendapat umum palsu untuk menggolkan keinginannya. Pendapat umum palsu itu kemudian dijadikan tameng untuk mendesak mengubah peraturan yang menghalangi keinginan mereka," katanya. 

Para oligarki, tambah Jamiluddin, tidak akan peduli dengan pendapat umum murni dari rakyat. Hasil survei yang menyatakan mayoritas rakyat tidak menghendaki masa penambahan masa jabatan presiden atau presiden tiga periode dengan sendirinya akan mereka samarkan.

Para oligarki, sebutnya, juga akan menggunakan banyak cara untuk terus menyuarakan penambahan masa jabatan presiden. Hal itu akan mereka lakukan dengan memanfaatkan banyak pihak sebagai juru bicara pembentuk opini palsu hingga tujuannya terwujud.

"Karena itu, pihak-pihak pro demokrasi harus jeli membaca gerak gerik para oligarki dalam membentuk pendapat umum palsu. Sebab, sekali pendapat umum palsu terbentuk, mereka akan gunakan sebagai pembenaran mewujudkan tujuannya," demikian Jamiluddin.