JAKARTA - Isu kepemimpinan Joko Widodo tiga periode kembali ramai diperbincangkan. Jokowi disebut-sebut bisa maju kembali apabila aturan masa jabatan presiden dalam UUD 1945 diamendemen.
Pengamat politik Adi Prayitno mengatakan, usulan tiga periode jabatan presiden hanya isu liar, mengingat Jokowi pernah menolak hal tersebut.
"Isu jabatan presiden tiga periode tiba-tiba jadi isu liar. Jokowi berulangkali ngomong ke publik bahwa isu itu justru menjerumuskan dirinya," ujar Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia itu, VOI, Jumat, 26 Februari.
Dia mengatakan, agenda awal gerakan reformasi adalah membentuk Ketetapan MPR Nomor XIII/MPR/1998 tentang Pembatasan Masa Jabatan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia yang kemudian pembatasan lebih diperkuat di perubahan pertama UUD 1945, yaitu di Pasal 7 Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan.
Artinya, wacana masa jabatan tiga periode presiden tentu tidak akan mudah, sebab harus mengamandemen UUD 1945.
"Iya harus mengubah lagi UU kalau tiga periode" kata Adi.
Sementara, Direktur Eksekutif Nusantara Institute PolCom SRC Andriadi Achmad menilai, ketika periode masa jabatan presiden diubah menjadi tiga periode maka demokrasi Indonesia sudah mengalami kemunduran.
Pasalnya, pembatasan presiden dua periode sudah disepakati di era reformasi. Apabila, pembatasan tersebut direvisi maka kekuasaan dapat dikatakan masuk dalam rezim otoriter.
"Jokowi tiga kali, saya khawatir ini akan terulang kembali apakah demokrasi terpimpin Soekarno ataukah demokrasi pancasilanya Soeharto, di mana demokrasi itu terbungkam," ungkap Andriadi kepada VOI, Jumat, 26 Februari.
Diberitakan sebelumnya, Jokowi pernah menegaskan, tak setuju dengan usul jabatan Presiden RI tiga periode. Ia justru curiga pihak yang mengusulkan wacana ingin menjerumuskannya.
"Kalau ada yang usulkan itu, ada tiga (motif) menurut saya, ingin menampar muka saya, ingin cari muka, atau ingin menjerumuskan. Itu saja," kata Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta, 2 Desember 2019.
BACA JUGA:
Jokowi menyatakan, dirinya adalah produk pemilihan langsung berdasarkan UUD 1945 pasca-reformasi. Apabila ada wacana untuk mengamendemen UUD 1945, dia menekankan agar tak melebar dari persoalan haluan negara.
"Sekarang kenyataannya begitu kan, presiden dipilih MPR, presiden tiga periode. Jadi lebih baik enggak usah amendemen. Kita konsentrasi saja ke tekanan eksternal yang tidak mudah diselesaikan," katanya.
Sementara itu, Wakil Ketua MPR Arsul Sani pernah menyebut ada wacana penambahan masa jabatan maksimal presiden menjadi tiga periode atau total 15 tahun terkait amandemen Undang-undang Dasar Tahun 1945.
"Kalau dulu 'dapat dipilih kembali' itu kan maknanya dua kali juga sebelum ini. Tapi kan terus-terusan. Kalau (wacana) ini kan hanya dapat dipilih satu kali masa jabatan lagi. Kemudian ada yang diusulkan menjadi tiga kali. Ya itu kan baru sebuah wacana ya," kata Arsul di Kompleks MPR/DPR, Senayan, Jakarta, Kamis, 21 November 2019.
Selain itu, ada usulan diubah hanya bisa dijabat satu periode saja namun memiliki durasi selama delapan tahun. Alasannya, masa jabatan presiden selama delapan tahun itu akan membuat presiden-wakil presiden mampu dengan mudah mengimplementasikan pelbagai programnya dengan lebih baik.