Diklaim Bahlil, Politikus Gerindra Minta Daftar Pengusaha yang Ingin Pilpres 2024 Mundur
Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia/ Antara

Bagikan:

JAKARTA - Menteri Investasi/Kepala BKPM, Bahlil Lahadalia diminta membuka nama-nama pengusaha yang menginginkan pelaksanaan Pilpres 2024 diundur.

Hal ini disampaikan Politikus Partai Gerindra, Kamrussamad. Dia menilai, pernyataan Bahlil hanya ingin mencari perhatian alias caper ke Presiden Joko Widodo (Jokowi).

"Fenomena menteri nyiapin 'pelampung' periode kedua presiden tahun akhir masa jabatan presiden, memang biasanya mencari 'exit strategi' agar bisa terselamatkan lagi di pemerintah berikutnya jika rezim berganti," ujar Kamrussamad kepada wartawan, Rabu, 12 Januari.

Menurut Kamrussamad, selama pandemi dunia usaha sudah diberikan keringanan oleh pemerintah. Dia pun menyinggung soal putusan MK terhadap UU Cipta Kerja atau Ciptaker.

"Kementerian Investasi dan Kepala BKPM merupakan produk turun dari UU Cipta Kerja yang sudah dinyatakan 'inkonstitusional bersyarat'. Mungkin dampak putusan MK tersebut membuat investor jadi 'wait & see' realisasikan investasinya, maka Menteri Bahlil mencari perhatian baru dari Presiden Jokowi. Bicara mengatasnamakan pengusaha," jelas Kamrussamad.

Kamrussamad lalu meminta daftar nama-nama pengusaha yang diklaim Bahlil menginginkan Pilpres 2024 diundur.

"Kita minta daftar nama-nama pengusaha yang minta Pemilu 2024 ditunda, agar bisa diperiksa kontribusinya terhadap pembangunan melalui sejarah pembayaran pajaknya," tandasnya.

Sebelumnya, hal itu disampaikan Bahlil saat mengomentari temuan survei nasional yang bertajuk 'Pemulihan Ekonomi Pasca COVID-19, Pandemic Fatigue dan Dinamika Elektoral Jelang Pemilu 2024' yang dilakukan oleh Indikator Politik Indonesia.

Berdasarkan diskusi yang dilakukan dengan para pelaku usaha, Bahlil mengungkapkan alasan pengusaha ingin Pilpres 2024 diundur ialah untuk mendorong perekonomian nasional yang saat ini sedang dalam masa pemulihan.

“Kalau kita mengecek dunia usaha rata-rata mereka berpikir bagaimana proses demokrasi dalam konteks peralihan kepemimpinan kalau memang ada ruang untuk dipertimbangkan dilakukan proses untuk dimundurkan itu jauh lebih baik," ujar Bahlil dalam agenda temuan survei Indikator Politik, dikutip Senin, 10 Januari.

Untuk diketahui, survei Indikator Politik Indonesia mencatat 31 persen masyarakat setuju jika masa jabatan Presiden Jokowi ditambah hingga 2027. Namun, sebanyak 32,9 persen responden kurang setuju dan 25,1 persen tidak setuju sama sekali dengan perpanjangan masa jabatan presiden hingga 2027.

Masyarakat yang setuju berharap agar penanganan pandemi COVID-19 dan pemulihan ekonomi nasional dapat diselesaikan secara tuntas.

Bahlil menyatakan bahwa hal ini sejalan dengan beberapa diskusi yang dilakukannya dengan dunia usaha. Dia mengatakan kalangan pengusaha berpikir bahwa akan memberatkan bila dunia usaha harus menghadapi persoalan politik dalam waktu dekat. Bahkan, menurutnya bangsa Indonesia perlu memutuskan persoalan mana yang menjadi prioritasnya.

"Apakah itu persoalan menyelesaikan pandemi, pemulihan ekonomi atau memilih kepemimpinan baru lewat pemilu," ujarnya.

Menurut Bahlil, seluruh negara di dunia menghadapi dua persoalan besar yang sama, yaitu pandemi COVID-19 dan pemulihan ekonomi pasca pandemi COVID-19.