Erupsi Anak Krakatau Menyebabkan Tsunami dalam Sejarah Hari Ini, 22 Desember 2018
JAKARTA - Pada 22 Desember 2018, tsunami menerjang pesisir pantai Banten dan Lampung. Tsunami terjadi akibat erupsi Gunung Anak Krakatu yang memicu longsor lereng seluas 64 hektare.
Terjangan tsunami ini menyebabkan 426 orang tewas. Mengutip Kompas, korban jiwa terbanyak terdapat di Pandeglang yaitu sebanyak 288 orang. Sementara di Lampung Selatan, tercatat ada 116 orang yang meninggal dunia.
Di Kabupaten Serang terdapat 20 orang meninggal dunia. Di Pesawaran dan Tanggamus tercatat masing-masing 1 orang meninggal dunia. Jumlah korban luka-luka sebanyak 7.202 orang. Sementara jumlah korban yang hilang sebanyak 23 orang.
Aktivitas Gunung Anak Krakatau telah terdeteksi sejak 21 Desember 2018. Terjadi erupsi dengan tinggi kolom abu sekitar 400 meter di atas puncak dan 738 meter di atas permukaan laut. Kolom abu dilaporkan berwarna hitam dan intensitas tebalnya condong ke utara. Saat itu Gunung Anak Krakatau berstatus waspada.
Pada 22 Desember 2018 pukul 20.56 WIB, erupsi Gunung Anak Krakatu menyebabkan longsor lereng. Beberapa seismograph BMKG dan sensor di Banten dan Lampung mencatat sebuah peristiwa pada 21.03 WIB.
Namun karena getaran yang ditimbulkan bukanlah sinyal gempa tektonik, sistem otomatis gempa BMKG tidak memproses secara otomatis. Pada 21.30 WIB, petugas Pusat Gempabumi dan Tsunami BMKG mendapati laporan adanya kepanikan masyarakat karena air laut naik secara tidak normal.
Hancur separuh
Tsunami Selat Sunda 2018 bukanlah peristiwa pertama. Pada 27 Agustus 1883, Gunung Krakatau meletus dan menyemburkan awan gas yang bercampur material vulkanik setinggi 24 kilometer. Terdapat empat ledakan yang masing-masing letusan disertai dengan gelombang tsunami, yang tingginya mencapai 30 meter. Korban saat itu mencapai 120 ribu.
Letusan Gunung Anak Krakatau pada 2018 yang disertai tsunami itu mengakibatkan hancurnya sebagian besar tubuh Gunung Anak Krakatu. Hal tersebut terkuak melalui riset yang dilakukan oleh Vulkanolog dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Mirzam Abdurrachman, beserta tim.
“Sebagian besar, 50 persen tubuh Gunung Anak Krakatau hilang,” kata Mirzam Abdurrachman, mengutip Tempo.
Mirzam mengatakan, riset dilakukan setelah letusan Gunung Anak Krakatu pada akhir Desember 2018 hingga pertengahan 2019. Mirzam dan timnya tergabung dalam kelompok riset antarlembaga, seperti Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi serta tim riset dari Inggris dan Amerika Serikat. Ketuanya James Hunt dari National Oceanography Center (NOC).
Berbagai fakta yang ditemu oleh tim riset itu di antaranya volume material gunung yang hilang dan ambrol ke dasar Selat Sunda. Sebelumnya diperkirakan material yang rontok itu sebanyak 0,098 kilometer kubik berdasarkan citra satelit. Namun penangkapan citra satelit itu hanya pada bagian permukaan gunung. Angka perkiraan awal itu, kata Mirzam, hanya sekitar 45 persen.
*Baca Informasi lain soal SEJARAH HARI INI atau baca tulisan menarik lain dari Putri Ainur Islam.
SEJARAH HARI INI Lainnya
Baca juga: