Awas! Sri Mulyani Peringatkan Turbulensi 2022 Lebih Kencang, Penyesuaian Kebijakan Moneter Negara Maju jadi Pemicu
JAKARTA - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengingatkan masyarakat Indonesia, khususnya bagi pelaku ekonomi, jika perjalanan 2022 akan diwarnai oleh ketidakpastian yang lebih berat. Hal itu menurutnya merupakan imbas dari adaptasi regulasi yang dilakukan oleh negara-negara besar dunia.
“Kita tahu bahwa lingkungan global akan mengalami turbulensi yang lebih tinggi memasuki 2022. Ini karena berbagai negara-negara maju harus mengalami penyesuaian di dalam kebijakan moneter dengan adanya tekanan inflasi yang cukup tinggi,” ujarnya dalam konferensi pers APBN Kita yang disiarkan secara daring pada Selasa, 21 Desember.
Diungkapkan Menkeu jika pemerintah sendiri telah menyiapkan langkah penguatan dari sisi exit policy yang akan diambil.
“Oleh karena itu kita juga perlu untuk memulihkan perekonomian kita dan pada saat yang sama memperkuat instrumen-instrumen kebijakan kita,” tuturnya.
Lebih lanjut, bendahara negara juga mendorong semua pihak untuk mematuhi anjuran pemerintah dalam hal kesehatan agar tekanan yang timbul tidak berdampak semakin besar.
“Kemudian ekonomi yang akan makin kuat hanya terjadi apabila covidnya juga terus terkendali. Untuk bisa mencapai itu pemerintah bersama masyarakat harus terus menjaga disiplin kesehatannya sehingga upaya yang kita lakukan dalam menghadapi shock juga tidak menjadi sia-sia,” jelas dia.
Baca juga:
Untuk diketahui, dua negara yang memiliki pengaruh ekonomi global paling besar, yakni Amerika Serikat (AS) dan China masih belum melakukan penyesuaian terhadap kebijakan moneternya.
Sebagai contoh, AS masih setia mematok Fed Fund Rate sebesar 0,25 persen sejak Maret 2020 hingga penghujung 2021. Padahal, tingkat inflasi saat ini telah berada di level 6,8 persen dari sebelumnya landai di kisaran 1 persen saat awal pandemi.
Menkeu sendiri memprediksi bank sentral AS, The Federal Reserve atau The Fed, bakal mempercepat pengurangan likuiditas di pasaran dari sebelumnya 15 juta dolar AS perbulan menjadi 30 juta dolar AS perbulan.
“Risiko ke depan adalah The Fed mengindikasikan pengetatan moneter yang lebih cepat. Ini bisa dilihat dari menguatnya permintaan dan tekanan inflasi di AS yang mendorong percepatan kebijakan tapering dan kemungkinan kenaikan suku bunga The Fed pada 2022 mendatang,” tutup Menkeu Sri Mulyani.