Biaya Kesehatan Akibat Merokok Ditaksir Rp27 Triliun Setahun, Pemerintah Bantah Diskreditkan Perokok
Ilustrasi (Foto: Dok. Antara)

Bagikan:

JAKARTA - Pemerintah menyampaikan tanggapan atas polemik biaya kesehatan yang ditimbulkan akibat merokok yang mencuat belakangan ini. Melalui Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo, jajaran Sri Mulyani cs angkat bicara.

“Beberapa waktu lalu muncul polemik atas pernyataan Menteri Keuangan(Menkeu) terkait perokok dan cukai. Saya akan menjelaskan sesuai konteks,” ujar Yustinus melalui laman Twitter @prastowo, Senin, 20 Desember.

Menurut dia, tidak terbesit sedikitpun niat untuk mendiskriminasi perokok karena yang dibahas Menkeu adalah konsumsi rokok dan berbagai data maupun fakta lapangan. Disebutkan bahwa biaya kesehatan akibat merokok sebesar Rp17,9 triliun hingga Rp27,7 triliun setahun.

Dari total biaya ini, terdapat Rp10,5-Rp15,6 triliun merupakan biaya perawatan yang dikeluarkan oleh BPJS Kesehatan. Nominal sebesar itu setara dengan 20 persen hingga 30 persen subsidi Penerima Bantuan Iuran (PBI) peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) pertahun yang berjumlah Rp48,8 triliun pertahun.

“Justru yang disampaikan Menkeu adalah konsumsi rokok (secara umum, tidak menyebutkan subjek) yang menyebabkan beban JKN dan biaya ekonomi sangat besar,” tuturnya.

Yustinus lantas menjelaskan soal berbagai penelitian yang menunjukkan pengaruh rokok terhadap kesehatan. Misalnya hubungan antara dampak rokok dan stunting dan perilaku merokok dengan risiko terpapar COVID-19.

“Keluarga perokok memiliki anak stunting 5,5 persen lebih tinggi. Perokok lebih berisiko 14 kali terinfeksi COVID-19 dibandingkan bukan perokok. Penderita covid yang perokok 2,4 kali lebih berpotensi masuk kategori berat,” katanya melalui data yang yang dibagikan.

Untuk itu, Yustinus menganggap rekam jejak Menkeu Sri Mulyani tidak pernah secara personal maupun institusional do harm ke industri maupun perokok.

“Merokok adalah hak tiap orang, tapi pemerintah punya tanggung jawab melakukan edukasi dan pengendalian untuk kebaikan. Mari terus bekerja sama dan berkolaborasi untuk kebaikan bersama. Semoga perumusan dan implementasi kebijakan semakin baik berkat komunikasi yang baik. Salam hangat,” tutup Yustinus Prastowo.