Twitter Tak Sengaja Tangguhkan Akun 12 Jurnalis, Gara-gara Laporan Palsu Aktivis Sayap Kanan
JAKARTA - Jika Anda khawatir orang mungkin menyalahgunakan kebijakan baru Twitter yang melarang berbagi gambar tanpa persetujuan, maka ketakutan Anda cukup beralasan. Jejaring sosial itu mengatakan kepada The Washington Post bahwa mereka secara tidak sengaja telah menangguhkan akun 12 jurnalis dan peneliti anti-ekstremisme.
Ini bisa terjadi setelah aktivis sayap kanan dan kelompok supremasi kulit putih mengirimkan laporan palsu yang "terkoordinasi dan jahat" yang berusaha membungkam kritik di platform media sosial itu. Tidak jelas berapa banyak laporan yang telah dikirim karena disebut melebihi "jumlah yang signifikan".
Pihak Twitter mengatakan telah membatalkan larangan tersebut dan telah memulai tinjauan internal untuk memastikan kebijakan tersebut digunakan "sebagaimana mestinya." Mereka memperkirakan akan lebih banyak data tentang volume tuduhan palsu yang muncul kemudian. Beberapa target kelompok anti-ekstremis hingga kini akunnya masih ditangguhkan sampai munculnya berita di The Washington Post.
Menurut Laporan Engadget aturan tersebut melarang pengguna berbagi foto dan video pribadi tanpa izin subjek. Itu juga melarang orang mengancam untuk membagikan konten itu atau mendorong orang lain untuk membocorkannya.
Baca juga:
- Cara Setting Default Program Windows 11 di Komputer, Ternyata Mudah Banget
- Cara Mengatasi Bug iOS 15 yang Membuat Data Sistem Berukuran Besar, Atur Agar Penyimpanan Lebih Lega
- Astronom Temukan Planet Baru Penuh Radiasi, di Sana Setahun Hanya 8 Jam
- Cara Mendapatkan Skin Gundala di PUBG Mobile, Mainkan Superhero Asli Indonesia di Gim Ini!
Ada pengecualian untuk posting di mana media mungkin menawarkan "nilai untuk wacana publik." Namun, setidaknya salah satu target yang dilarang hanyalah berbagi foto publik dari tokoh-tokoh terkenal.
Penyalahgunaan fitur ini tidak datang sebagai kejutan total. Kritikus sudah khawatir bahwa tindakan itu terlalu samar-samar untuk mencegah penyalahgunaan. Ini mungkin melumpuhkan penyelidik amatir yang memilah-milah data yang tersedia, misalnya.
Meskipun Twitter mungkin tidak ingin merombak kebijakannya, namun tidak mengherankan jika ada klarifikasi atau penyesuaian untuk membatasi potensi pelanggaran di masa mendatang.