JAKARTA – Para akar politik dan media menilai, adanya jadwal pemilihan paruh waktu di A.S. kurang dari dua minggu lagi, akuisisi Twitter senilai 44 miliar dolar AS oleh Elon Musk dapat melepaskan gelombang baru misinformasi pemilihan saat para pemilih memberikan suara yang akan menentukan kendali Kongres.
Musk, CEO Tesla Inc, mengatakan dia adalah "absolutis" kebebasan berbicara dan telah bersumpah untuk melonggarkan kendali obrolan dalam aplikasi media sosial, yang dalam beberapa tahun terakhir telah berusaha untuk membatasi konten “beracun” yang dianggap berbahaya atau palsu, diskriminatif bahkan ketika pengaruh globalnya telah meluas.
Musk berusaha mengatasi ketakutan itu pada Kamis, 27 Oktober dengan mengatakan kepada pengiklan Twitter bahwa platform "tidak dapat menjadi pemandangan neraka yang gratis untuk semua, di mana apa pun dapat dikatakan tanpa konsekuensi!" Pada Jumat, 28 Oktober Musk juga mengumumkan dia akan membentuk "dewan moderasi konten dengan sudut pandang yang sangat beragam."
Tetapi Musk telah menyuarakan skeptisisme tentang larangan permanen situs tersebut terhadap tokoh-tokoh seperti mantan Presiden Donald Trump, yang kehilangan akunnya dan hampir 90 juta pengikutnya. Trump dianggap telah menggunakan akunnya untuk menegaskan secara salah bahwa pemilihan 2020 dicuri darinya.
Musk juga telah mengkritik kebijakan moderasi situs di masa lalu, dan rencananya untuk melakukan pemotongan besar-besaran pada staf dapat melumpuhkan kemampuan situs untuk mengawasi kontennya, yang terkadang sulit dilakukan di masa lalu.
Seberapa besar pengaruh Twitter yang dimoderasi secara lebih longgar terhadap wacana politik menjelang pemilihan umum 8 November tidak jelas. Pemungutan suara awal telah dimulai di sejumlah negara bagian, dan jajak pendapat menunjukkan sebagian besar pemilih telah mengambil keputusan.
Twitter yang lebih permisif dapat membantu memperkuat narasi palsu seputar hasil pemilihan utama pada hari-hari setelah 8 November jika beberapa kandidat menolak untuk menerima hasilnya dan menyerukan adanya penipuan karena beberapa ketakutan mungkin terjadi.
Partai Republik mengatakan banyak platform media sosial yang bias terhadap mereka, dan banyak akun Twitter konservatif, termasuk politisi Republik, pada Jumat lalu menyambut baik pengambilalihan Twitter oleh Musk. Sementara Partai Demokrat khawatir bahwa pendukung Trump akan mempromosikan pandangan sayap kanan atau klaim palsu adanya penipuan pemilu di Twitter jika diizinkan.
BACA JUGA:
Situs ini telah menjadi alat politik utama selama bertahun-tahun, menawarkan para politisi dan aktivis di seluruh dunia kemampuan untuk menjangkau jutaan orang dengan retorika yang sebagian besar tanpa filter. Twitter telah berperan dalam mengorganisir kampanye massal, termasuk gerakan #MeToo yang menargetkan pelanggaran seksual dan protes Musim Semi Arab di Timur Tengah.
Namun, para kritikus telah memperingatkan bahwa situs tersebut juga telah membantu menyebarkan informasi yang salah, informasi yang tidak akurat atau menyesatkan, dan disinformasi, yakni informasi yang sengaja dibuat palsu. Informasi-informasi itu dapat merusak prinsip-prinsip demokrasi dan menawarkan jalan bagi aktor asing untuk ikut campur.
"(Akuisisi Musk) tentu saja dapat menciptakan jalur yang jauh lebih besar bagi agen disinformasi untuk menyebarkan informasi berbahaya di platform tersebut," kata Yosef Getachew, direktur program media dan demokrasi di Common Cause, organisasi kepentingan publik nonpartisan, seperti dikutip Reuters.
"Kebijakan moderasi konten hanya efektif jika ada orang di sana untuk menegakkannya dan sistem yang ada untuk memastikan hal itu ditegakkan. Jika aturan itu tidak berlaku, itu akan sangat berbahaya," ujar Getachew.
Jajak pendapat menunjukkan Partai Demokrat mungkin di ambang kehilangan posisi mayoritas tipis mereka di Kongres pada 8 November.