Ketua Prodem Serahkan Bukti Baru di Pemeriksaan Perdana Dugaan Kolusi dan Nepotisme Luhut dan Erick Thohir
JAKARTA - Ketua Pro Demokrasi (Prodem) Iwan Sumule mengahadiri panggilan perdana klarifikasi terkait pelaporan dugaan kolusi dan nepotisme terhadap Luhut Binsar Pandjaitan dan Erick Thohir. Dalam klarifikasi itu, Iwan bakal melampirkan beberapa bukti baru.
"Kami datang dalam undangan yang tertulis adalah melakukan klarifikasi terhadap pelaporan yang sudah kami buat. Prinsipnya kami datang pasti kami akan sertakan beberapa bahan tambahan (bukti, red)," ujar Iwan kepada wartawan, Senin, 29 November.
Bukti yang bakal disampaikan kepada tim penyelidiki salah satunya berupa artikel. Di mana, artikel itu memuat tentang kepemilikan saham PT Genomik Solidaritas Indonesia (GSI) oleh Luhut.
"Beberapa artikel dan bukti-bukti yang sudah disampaikan oleh media tentang pengakuan Pak Luhut lewat Jubirnya bahwa ada kepemilikan saham pak Luhut pada PT GSI termasuk Pak Erick kami laporkan dalam dugaan pelanggaran pidana soal kolusi dan nepotisme," papar Iwan.
"Juga sertai beberapa bahan dan bukti tes PCR akan kami sertakan juga," sambungnya.
Baca juga:
- Anggota DPR Fraksi Golkar Sebut TNI Butuh Tambahan 3.000 Personel di Papua
- KSAD: Prajurit TNI Harus Sayang Masyarakat Papua, Satgas Tidak Harus Perangi KKB tapi Dirangkul
- Polisi Tetapkan 9 Orang Tersangka Bentrok Warga di Timika
- Pengamanan Area Freeport Diperketat Jelang 1 Desember, Cegang Gangguan KKB Papua
Di sisi lain, Iwan menegaskan dengan bukti yang dimiliki itu, Luhut Binsar Pandjaitan dan Erick Thohir diyakini melakukan pelanggaran. Sehingga, bisa terancam pidana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 tahun 1999.
"Pasal 2 disebutkan siapa saja yang dimaksud penyelenggara negara di nomor 3 disebutkan Menteri dan Pak Erik dan Pak Luhut adalah Menteri," tandas Iwan.
Sebagai informasi, ProDem melaporakan Luhut Binsar dan Erick Thohir atas dugaan kolusi dan nepotisme. Pelaporan itupun teregister dengan nomor LP/B/5734/X1/2021/SPKT Polda Metro Jaya.
Dalam laporan itu, keduanya dilaporkan dengan Pasal 5 angka 4 Jo Pasal 21 dan Pasal 22 UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang penyelenggaraan negara yang bersih bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.