Sri Mulyani Bawa Kabar Gembira, Perhelatan G20 Tahun Depan Berpotensi Ciptakan 33.000 Lapangan Pekerjaan

JAKARTA - Pemerintah melalui Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani memaparkan sejumlah keuntungan yang didapat Indonesia saat menjabat sebagai Presiden G20 pada sepanjang 2022 mendatang.

Salah satu yang dia kemukakan adalah mengenai kesempatan terbukanya lapangan pekerjaan bagi masyarakat Indonesia. Menurut Menkeu, peluang itu muncul dari penyelenggaraan pertemuan fisik yang digelar di dalam negeri dengan tetap mengupayakan pengelolaan COVID-19 terjaga di level rendah.

“Kami akan mengadakan sekitar 150 pertemuan dan acara sampingan yang akan berlangsung di berbagai kota di Indonesia. Jadi kami berharap 33.000 pekerjaan akan tercipta dari berbagai sektor dari kegiatan ini saja,” ujarnya saat memberikan speech dalam forum internasional Road to Indonesia G20 yang disiarkan secara virtual, Kamis, 11 November.

Lebih lanjut, benefit lain yang bisa diraih RI adalah terkait pertumbuhan ekonomi nasional. Dalam hitung-hitungan Menkeu, disebutkan jika penyelenggaraan forum G20 di Indonesia berpotensi meningkatkan konsumsi domestik sebesar 190,2 juta dolar AS serta menciptakan 533 juta dolar AS terhadap produk domestik bruto (PDB).

“Kami mengharapkan dampak penyelenggaraan G20 di banyak kota oleh banyak kementerian serta organisasi akan mendorong geliat perekonomian,” tuturnya.

Mengutip data yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS), diketahui bahwa jumlah angkatan kerja pada Agustus 2021 sebanyak 140,15 juta orang, naik 1,93 juta orang dibanding Agustus 2020.

Adapun, tingkat pengangguran terbuka (TPT) Agustus 2021 sebesar 6,49 persen, turun 0,58 persen dibandingkan dengan Agustus 2020.

Asal tahu saja, BPS melaporkan bahwa terdapat 21,32 juta orang (10,32 persen penduduk usia kerja) yang terdampak COVID-19.

Jumlah itu terdiri dari pengangguran karena COVID-19 (1,82 juta orang), bukan angkatan kerja (BAK) karena COVID-19 (700.000 orang), sementara tidak bekerja karena COVID-19 (1,39 juta orang), dan penduduk bekerja yang mengalami pengurangan jam kerja karena COVID-19 (17,41 juta orang).